KNPB Sebut Penjajahan Papua Ada di Depan mata

Jurnalpatroliinews – Jayapura : Komite Nasional Papua Barat atau KNPB melayangkan protes kerasnya terhadap Kepolisian Resor Kabupaten Merauke yang pada Minggu (13/12/2020) lalu menggeledah dan merusak Sekretariat KNPB Wilayah Alamasuh di Kabupaten Merauke, Papua. Penggeledahan yang diikuti dengan penangkapan 14 aktivis KNPB itu dinilai sebagai bukti adanya penindasan terhadap rakyat Papua.

Hal itu disampaikan Ketua I KNPB Pusat, Warpo Wetipo pada Selasa (15/12/2020). “Itu satu proses penindasan secara masif [yang] dibangun Jakarta terhadap rakyat Papua. Itu fakta penjajahan, ada di depan mata,” kata Warpo Wetipo.

Wetipo menyatakan rakyat Papua tidak akan diam melihat kasus penggeledahan dan penangkapan 14 aktivis KNPB itu. Menurutnya, rakyat Papua yang terus mengalami penindasan bukanlah binatang yang tidak bisa berfikir atas kekerasan yang terus berlangsung di Tanah Papua.

“Rakyat Papua tidak bisa pasrah dengan situasi yang ada. Rakyat Papua akan terus melakukan perlawanan terhadap penjajah,” tegasnya.

Menurut Wetipo, rakyat Papua mesti sadar bawah tindakan represif dan militeristik itu sengaja terapkan di Papua untuk terus menindas rakyat sipil. Ia menilai aparat terus menakut-nakuti rakyat dengan melakukan teror.

“Penggeledahan Kantor KNPB di Almasuh adalah bukti teror. Tindakan kekerasan tanpa sebab yang berulang-ulang dilakukan aparat kolonial terhadap aktivis KNPB dan rakyat pejuang Papua Barat adalah wujud penjajahan nyata,” kata Wetipo.

Menurut Wetipo, penangkapan 14 aktivis KNPB di Merauke itu berawal dari tindakan aparat di Merauke yang menggeledah Kantor KNPB Wilayah Almasuh pada Minggu sekitar pukul 14.00 WP. Dalam penggeledahan itu, polisi menangkap enam orang aktivis KNPB. Mereka adalah Charles Sraun, Petrus Paulus Kontremko, Kristian Yandun, Robertus Landa, Michael Beteop, dan Elias Kmur.

Wetipo menyatakan keenam aktivis KNPB itu mengalami kekerasan yang dilakukan oleh aparat. “Semua yang ada dihajar pakai rotan di badan, empat orang disuruh berbaring di atas tanah, kemudian di bawah ke kantor Polres Merauke,”ungkap Wetipo.

Wetipo menyatakan perlakukan kasar aparat itu kembali berulang di Polres Merauke. Dalam rangkaian kekerasan itu, kepala Kristian Yandun terluka dan berdarah. Michael Beteop juga terluka dipunggungnya.

Pada Minggu malam, sekitar pukul 23.17 WP, polisi juga menangkap delapan aktivis KNPB di Merauke. Mereka adalah Marianus Anyum, Kristian M Anggunop, Emanuel T Omba, Petrus Kutey, Linus Pasim, Salerius Kamogou, Petrus Koweng, dan Yohanes Yawon.

“Sampai saat ini ada 14 orang aktivis KNPB yang ditahan di Polres Merauke, [ditempatkan] bersama tahanan kriminal. Mereka ditahan tanpa sebab, dan ditangkap tanpa surat penangkapan,” kata Wetipo.

Jika Indonesia tidak sedang menjajah Papua, demikian kata Wetipo, dan Indonesia tidak mau disebut sebagai negara penjajah, Presiden Joko Widodo dan Kapolri harus segera mengambil langkah nyata untuk menghentikan kekerasan di Papua.

“Segera hentikan kekerasan dan bebaskan pejuang KNPB yang ditahan. Segera buka garis polisi yang dipasang di kantor KNPB, karena itu tanah adat. Segera kembalikan dua buah motor yang disita. Penangkapan [aktivis KNPB] itu tanpa ada surat penangkapan,” kata Wetipo.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay mengatakan keluarga 14 aktivis KNPB yang ditangkap di Merauke pada Minggu lalu telah memina Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua untuk memberikan pendampingan hukum. “Benar ada 14 nama [yang ditangkap polisi pada Minggu lalu]. Beberapa keluarga sudah hubungi kami untuk memberikan pendampingan. Nanti yang mendampingi itu Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua,” kata Gobay saat dihubungi melalui panggilan telepon. (jubi)

Komentar