Koalisi : Hentikan Kriminalisasi Pasal Makar Terhadap Aktivis KNPB Merauke

Jurnalpatrolinews – Merauke : Sidang perdana Praperadilan antara antara Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua selaku kuasa Hukum 13 aktivis KNPB Merauke vs Kapolri Cq.  Kapolda Papua Cq. Kapolres Merauke yang terdaftar dalam nomor registrasi Perkara No : 1/Pid.Pra/2021/PN Mrk digelar pada tanggal 18 Januari 2021. 

Awalnya majelis hakim tunggal yang dipimpin oleh Ganang Hariyudo Prakoso, S.H membuka sidang dan mempersilahkan Kuasa Kukum Para Pemohon dan Kuasa Hukum Termohon untuk masuk dalam ruang sidang.

Selanjutnya memeriksa legal standing para pihak yaitu surat kuasa dan Kartu Tanda Anggota (KTA) dari Welter Tahulending, S.H dan Hermon Sinurat, S.H selaku Kuasa Hukum Pemohon dan Surat Kuasa & Surat Tugas dari Kuasa Hukum Termohon yang diwakili oleh Agustinus,  S.H, M. H & Frits R. Yawan,  S.H.

Usai pemeriksaan itu, sidang dilanjutkan pada pembacaan permohonan gugatan praperadilan, dalam pembacaannya pemonon membaca seluruh isi permohonan gugatan praperadilan.

Gugatan praperadilan ini diberi judul  Aktivis KNPB Merauke Korban Kriminalisasi Pasal Makar Dalam Negara Hukum Indonesia.

Sementara itu yang menjadi dasar diajukannya permohonan Praperadilan terkait beberapa hal agar dapat menunjukan dalil-dalinya maka akan diuraikan secara terperinci pada bagian selanjutnya.

 

Berkaitan dengan Fakta-fakta hukum dari penangkapan dimana penangkapan pertama dilakukan pada pukul  14.00 WIT, Para pemohon yang ditangkap pertama adalah, zakarias yakobus sraun, Petrus Wambon, Kristian Yandum, Michael Beteop, Elias Kmur, Robertus Landa dan penangkapan kedua pada pukul 23.22 Wit di tanggal 13 Desember 2020.

 

Para pemohon yang ditangkap kedua adalah, Marianus Anyum, Kristian Anggunop, Emanuel Omba, Petrus koweng, Linus Pasim, Salerus Kamogou, Yohanes Yawon, Yulianus Tanden dimana kedua penangkapan dilakukan berdasarkan pada Laporan Polisi Nomor : LP/525/XII/2020/Papua/Res Merauke tertanggal 13 Desember 2020.

 

Selanjutnya terkait penangkapan  dimana faktanya penangkapan dilakukan tanpa dua alat bukti yang sah.

“Penangkapan terhadap para Pemohon tidak sah serta penangkapan terhadap diri pemohon oleh termohon dilakukan dengan kekerasan, penyiksaan dan intimidasi yang melanggar hak asasi manusia,” terang Koalisi Pengak Hukum dan HAM Papua dalam lurus yang diterima media ini.

HAM yang dilanggar  oleh termohon khususnya sebagaimana diatur pada pasal 33, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia  junto Pasal 9 Ayat (1), UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik yang melaluinya telah mengantarkan pihak termohon telah melanggar petimbangan huruf b, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

 

Terkait Penggeledahan dan Penyitaan dimana pada hari Minggu tanggal 13 Desember 2020 kurang lebih pukul 14.00 WIT dan pukul 23.22 WIT Termohon telah melakukan tindakan masuk secara paksa dalam kantor sekretariat KNPB Wilayah Almasuh di Jln. Domba 3 kelurahan Kamundu, Kabupaten Merau.

Selanjutnya menyita bahwa barang-barang Bergerak seperti  : 1 (satu) Unit motor honda beat warna putih milik Zakarias Yakobus Sraun, 1 (satu) Unit Motor Revo 125 warna biru merah milik Robertus Landa dan 1 (satu) Unit Motor Supra 125 warna hitam milik Yulianus Tanden (bukan sebagai Pemohon).

Sementara Benda tidak bergerak yaitu Papan dengan gambar Bendera Bintang Kejora dan bertulisan Referendum, 2 (dua) buah Parang, 1 (satu) buah tas warna merah, Uang sejumlah Rp. 156.000,00 (seratus lima pulh enam ribu) rupiah, 2 (dua) buah Ikat Pingang, 1 (satu) buah handphone merk samsung J2 Milik Zakarias Yakobus Sraun dan 1 (satu) buah handphone merk vivo warna merah milik Michael Bunop.

 

“Fakta itu jelas-jelasnya menunjukan bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme pada Pasal 33, dan Pasal 36 KUHAP Junto Pasal 20 Ayat (1), Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana secara langsung membuktikan bahwa Termohon telah melakukan pelanggaran HAM yang dilindungi berdasarkan Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 junto Pasal 29 Ayat (1), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan secara langsung membuktikan bahwa Termohon sebagai alat negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menjalankan kewajibannya untuk Menghormati, Melindungi Dan Menegakan Hak Asasi Manusia Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya.”

Sementara itu, dalam Penetapan status tersangka terhadap pemohon tidak sah karena dilakukan tanpa didahului dengan proses penyelidikan dan  Penetapan Tersangka oleh termohon tidak sah karena tanpa 2 alat bukti yang cukup,  tanpa proses pemanggilan saksi dan tanpa dilakukan gelar perkara.

 

Berdasarkan fakta itu, jelas Koalisi,  mendisimpulkan bahwa Penetapan Para Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon tidak memenuhi ketentuan atau norma bahwa Penetapan Tersangka itu harus ada bukti permulaan berupa dua alat bukti sesuai dengan Pasal 184 KUHAP dan dilakukan pula pemeriksaan calon Tersangkanya sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 junto Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Tindakan Penyidikan Pidana.

Selain itu, Penetapan Tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang didukung barang bukti dan dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan sebagaimana diatur pada Pasal 25 Ayat (1) dan Ayat (2), Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014.

 

Berdasarkan dalil-dalil gugatan praperadilan yang disebutkan diatas maka selanjutnya dalam Permohonan (PETITUM) dimintakan agar Ketua Pengadilan Negeri Merauke agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan Hak-hak PARA PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, dan mohon Kepada Ketua Pengadilan Negeri Merauke C.q Hakim Tunggal Pemeriksa Perkara ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut :

a)  Memerintahkan kepada Termohon untuk menghadirkan Para Pemohon Prinsipal dalam persidangan untuk didengar keterangannya sehubungan dengan Penangkapan, Penahanan, Penyitaan dan Penetapan Tersangka yang tidak sah;

b)  Memerintahkan segera kepada Termohon untuk membawa Semua Berkas Berita Acara yang menyangkut kasus ini sesuai Ketentuan Pasal 75 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk  diperlihatkan dalam persidangan.

Atas dasar kesimpulan itu, selanjutnya Koalisi Pengak Hukum dan HAM Papua selaku Kuasa Hukum 13 Aktivis KNPB Merauke memohon agar Ketua Pengadilan Negeri Merauke berkenan menjatuhkan Putusan sebagai berikut :

  1. Mengabulkan permohonan Praperadilan Para Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon Tidak Sah;
  3. Menyatakan Penyitaan yang dilakukan oleh Termohon Tidak Sah;
  4. Menyatakan Penangkapan yang dilakukan oleh Termohon Tidak Sah;
  5. Menyatakan Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon Terhadap Para Pemohon Tidak Sah;
  6. Menyatakan tidak Sah segala Keputusan atau Penetapan lebih lanjut yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap Para Pemohon;
  7. Menyatakan Termohon melakukan perbuatan melawan hukum, melakukan tindakan Perampasan, Penipuan, Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Para Pemohon;
  8. Memerintahkan agar Para Pemohon segera dikeluarkan dari tahanan;
  9. Menghukum Termohon untuk mengembalikan 1 (satu) Unit Motor Honda Beat Warnah Putih, 1 (satu) Unit Motor Revo 125 Warna Biru Merah, 1 (satu) Unit Motor Supra 125 Warna Hitam, 1 (satu) Buah Handphone Merk Samsung J2, 1 (satu) Buah Handphone Merk Vivo Warnah Merah dan barang lainnya kepada Para Pemohon;
  10. Menghukum Termohon untuk Meminta Maaf secara terbuka kepada Para Pemohon melalui Media Massa di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
  11. Memulihkan hak-hak Para Pemohon, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.

Dan diakhirnya dengan pernyataan Jika Ketua Pengadilan Negeri  Merauke C.q Hakim Pemeriksa Perkara berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Setelah pembacaan gugatan praperadilan sebagaimana disebutkan diatas, Majelis Hakim Tugas memutuskan sidang praperadilan kedua akan dilanjutkan pada selasa 19 januari 2021 dengan agenda Jawaban Termohon atas Gugatan Praperadilan dan Dilanjutkan Replik dari Kuasa Hukum Pemohon selanjutnya Duplik dari Kuasa Hukum Termohon di hari yang sama.

Pada prinsipnya gugatan permohonan praperadilan ini diajukan semata-mata untuk melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga Negara termasuk 13 orang Aktivis KNPB Merauke dari tindakan arogansi aparat penegak hukum yang seenaknya mengunakan jabatannya menyalahgunakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

“Hentikan kriminalisasi Pasal Makar terhadap aktivis KNPB Merauke sebab mereka  Korban Kriminalisasi Pasal Makar dalam Negara Hukum Indonesia.” Tegas  Koalisi. (kabar mapegaa)

Komentar