Korban Kriminalisasi Perkara Tipikor Anis Alwainy Ajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung

JurnalPatroliNews-Jakarta – Sidang ketiga permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara Tipikor putusan Kasasi Mahkamah Agung No: 1704 K/Pid.Sus/2016, kasus Anis Alwainy yang dipidana 7 tahun denda Rp 500 Juta dan pidana uang pengganti sejumlah Rp 39.723.165.000,00 berlangsung pada hari Jumat 14 Agustus 2020, Kuasa Hukum Pemohon PK yaitu Dr. T. Mangaranap Sirait,SH.MH. menghadirkan 2 orang Ahli bidang Pertanahan dan Ahli Pidana.

Menurut T. Mangaranap Sirait, banyak hal yang keliru dan kekhilafan dalam putusan Kasasi tersebut sehingga memenuhi syarat sebagaimana Pasal 263 ayat (2) KUHAP untuk diajukan PK.

“Kami mengajukan 34 bukti Novum, masak perkara ranah Perdata dan/atau Tata Usaha Negara telah dipaksakan menjadi perkara Tipikor, Anis Alwainy ini adalah pemilik tanah yang Sah sejak tahun 1964 tapi dipidana tindak pidana korupsi atas tanah haknya sendiri, dan dinyatakan telah memenuhi unsur Sifat Melawan Hukum Materiil atau yang bertentangan dengana rasa keadilan di masyarakat,” terangnya. Jumat, (14/8/2020).

Padahal, lanjut Mangaranap, Sifat Melawan Hukum Materiil yang terdapat dalam 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor menurut Putusan MK No: 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006 telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Dan seandainya pun Hakim tidak tunduk terhadap Putusan MK tersebut, rasa keadilan di masyarakat mana orang yang mengurus sertifikat tanah warisan dari orangtuanya kepada instansi yang sah yaitu BPN dan dikabulkan diterbitkan Sertifikat HGB nya,” ungkap Mangaranap.

Terlebih, kata Mangaranap, menurut putusan kasasi dinyatakan mencederai rasa keadilan masyarakat atau memenuhi Sifat Melawan Hukum Materiil, semua orang yang memiliki tanah warisan orangtua seperti Anis Alwainy pasti melakukan hal yang sama.

“Kami masih yakin keadilan masih ada di Mahkamah Agung. Makanya kami mengajukan permohonan PK ini, karena sebagaimana yang dikatakan oleh Sir William Black Stone Juris Inggris tahun 1723-1780 ”lebih baik membiarkan sepuluh orang yang bersalah lolos, daripada menghukum seorang yang tidak bersalah”.

Kami cuman berharap, agar Hakim Agung yang memeriksa permohonan PK ini agar melihat anatomi perkara ini secara jernih dan holistik, akibat dari putusan yang khilaf dan keliru tersebut, klien kami sudah jatuh karena tanahnya di Sertifikatkan PJKA secara diam-diam tahun 1988,” ujarnya.

Kemudian, Mangaranap melanjutkan, “Klien kami ketimpa tangga dipidana 7 tahun lalu, masih dirampasi pula denda Rp 500 Juta dan uang pengganti sejumlah Rp 39.723.165.000,00 dalam putusan Kasasi,” beber T. Mangaranap yang didampingi rekannya Dr. Wirawan, Indra Koswara, Subagyo Utomo, Yohanna C. Baneuli Sirait dan Fransisca Putri Parulian Sirait, SH. (ari)