Massa Trump Bawa Senjata Api, Rekapitulasi Pilpres AS Tegang

JurnalPatroliNews – Jakarta, Proses penghitungan suara hasil pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) diselimuti suasana tegang. Pada beberapa negara bagian, penghitungan berjalan di tengah kepungan massa pendukung capres petahana AS, Donald Trump.

Mengutip Associated Press, Jumat (6/11), dalam beberapa hari terakhir massa pendukung Trump dilaporkan berdemo di sejumlah kantor penyelenggara pemilu di negara bagian Nevada dan Arizona.

Mereka mengklaim ada kecurangan yang dilakukan dalam penghitungan suara hasil Pilpres. Juga ada dugaan mekanisme pemilihan yang dilakukan menggunakan spidol di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) menyebabkan surat suara untuk Trump tak terbaca.

Massa yang mengepung pusat penghitungan suara di Maricopa, Phoenix, Arizona bahkan membawa senjata api dan senapan otomatis. Hal ini dimungkinkan karena hukum di sana mengizinkan warga membawa senjata api.

Sebuah pagar disusun oleh aparat keamanan untuk menjaga massa tidak mendekati pintu masuk gedung yang masih dibuka. Seraya pengunjuk rasa berteriak meminta seluruh suara dihitung di negara bagian itu.

“Hitung suara!,” teriak mereka.

“Empat tahun lagi!,” timpa massa yang lain.

Situasi serupa juga ditemukan di Atlanta, Georgia. Sekitar 100 pendukung Trump berkumpul di luar tempat surat suara dihitung, yakni di State Farm Arena. Kondisi ini mendorong aparat kepolisian turun tangan untuk berjaga.

Salah satu pengunjuk rasa, Tom Haas (50) mengaku dia mulanya berkunjung ke Atlanta dari Chicago untuk urusan bisnis. Namun turut mengikuti demo karena meyakini ada kecurangan dalam pilpres.

“Sudah pasti ada kecurangan suara, dan ini terjadi di kota-kota besar yang dikuasai Demokrat … Atlanta salah satunya,” kata Tom.

Ia mempercayai demokrasi di AS sedang diserang. Dengan hilangnya pemilu yang adil, katanya, mereka akan kehilangan negaranya.

Sedangkan pegawai penyelenggara pemilu di Clark, Nevada menyampaikan khawatirnya akan keselamatan pegawai di tengah massa aksi yang meramaikan kantornya.

“Istri dan ibu saya sangat khawatir dengan keadaan saya,” kata Joe Gloria, salah satu petugas registrasi di kantor pemilu Clark.

Ia bercerita setiap orang dan kendaraan yang memasuki kantornya harus diperiksa dengan ketat semenjak isu ini ramai. Mereka khawatir akan kedatangan penyusup.

“(Namun kami tetap) Melakukan apa yang menjadi mandat kami dan menghitung surat suara,” sambungnya.

Jaksa Agung Michigan, Dana Nessel, melalui cuitan di akun Twitter mengungkap staf di kantornya kerap mendapat intimidasi dan ancaman perihal isu pilpres.

“Untuk (masyarakat) publik: tolong berhenti melecehkan dan mengancam staf saya. Mereka adalah pegawai publik yang baik, pekerja keras, dan hanya melakukan tugas mereka,” ujarnya.

“Meminta mereka memasukkan spidol ke tempat yang tidak nyaman tidaklah pantas diucapkan. Dan merupakan komentar yang sangat menyedihkan bagi keadaan bangsa kita,” lanjutnya.

Memasuki hari ketiga setelah hari pemilihan, hasil pilpres belum juga bisa diprediksi. Beberapa negara bagian yang menjadi kunci, seperti Nevada, Georgia, North Carolina, maupun Pennsylvania masih melakukan penghitungan.

Menurut penghitungan sejumlah media AS (CNNThe New York TimesThe Washington Post), pasangan Joe Biden-Kamala Harris masih unggul dengan 253 suara elektoral. Meninggalkan Trump-Mike Pence di 214 suara elektoral.

Sedangkan Fox News dan Associated Press mencatat Biden mendapat 264 suara elektoral karena memenangkan Arizona, lumbung suara Partai Republik. Klaim kemenangan ini dituding salah oleh pihak tim kampanye Trump.

(cnn)

Komentar