Misteri Cekungan Laut Bali Utara, Ini Penjelasan Ahli Mengapa Serpihan KRI Nanggala Tak Naik ke Permukaan Laut

JurnalPatroliNews – Denpasar,– Tim operasi salvage berhasil mengangkat sebagian puing dan barang di kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam di perairan utara Bali pada 21 April 2021 lalu.

Barang-barang tersebut ditemukan di dekat bangkai kapal di kedalaman 839 meter dan di 07 derajat, 48 menit 56,6 detik selatan dan 114 derajat, 51 menit 20,6 derajat timur perairan Bali.

Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) II Laksda TNI Iwan Isnurwanto mengaku heran tidak ada serpihan atau barang kapal yang ditemukan di permukaan laut atau mengapung.

“Jadi barang-barang ini semua ditemukan semuanya ada di daerah sini (kedalaman 839 meter di dasar laut). Tidak ada satu pun mereka ditemukan di permukaan, tidak ada,” kata Iwan saat jumpa pers di Pangkalan TNI AL Denpasar, Rabu (19/5).

Padahal, pada Sabtu (24/4), tiga hari setelah dinyatakan hilang ada materi yang ditemukan mengapung di perairan Bali. Di antaranya peluncur torpedo, busa penahan panas, pembungkus pipa pendingin, dan botol pelumas periskop.

Menanggapi hal tersebut, Kelompok Ahli Kelautan dan Perikanan Gubernur Bal,i I Ketut Sudiarta, menuturkan serpihan atau barang tersebut terperangkap di dasar laut. Serpihan atau barang tersebut telah kehilangan berat jenis dan menyatu dengan air.

“Kalau misalnya life jacket dalam kondisi belum terisi udara bisa juga dia sudah terserap air, dalam kondisi menyatu dengan air dan kehilangan berat jenisnya, apalagi dia terperangkap di bawah, tidak ada pendorongnya. Banyak juga kayu di dasar laut, ia tidak mengapung karena sudah menyatu dengan air,” kata dia.

Bangkai KRI Nanggala Diduga Tertimbun Sedimen dan Bisa Diangkat ke Daratan Kapal Tan Suo Er Hao dari China yang terlibat operasi salvage,
kesulitan mengangkat bangkai KRI Nanggala.

Pertama, Tim Operasi Salvage menemukan sebuah kawah berdiameter 38 meter dengan kedalaman 10-15 meter. Badan tekan kapal atau pressure hole dengan panjang 45 meter diduga tertimbun lumpur dari kawah tersebut.

Kapal Tan Sou Er Hao gagal mengangkat bagian anjungan karena diduga masih menyatu dengan bagian kapal yang lain yang tertimbun lumpur tersebut.

Menurut Sudiarta, kawah tersebut merupakan morfologi laut yang disebut cekungan laut. Cekungan laut hal biasa ditemukan di dasar laut.

“Dalam pustaka kajian yang ada, di Bali utara itu bukan sebuah gunung bawah laut, ya, yang di dalamnya ada kawah, tapi tempat tenggelam Nanggala itu adalah cekungan laut. Di dalam cekungan itu biasa terdapat bagian yang dalam,” kata dia.

Menurut Sudiarta, sebagian bangkai kapal yang tertimbun disebabkan sedimen yang terdapat di area cekungan dan dasar laut.

“Mungkin karena dasar lautnya adalah lunak berupa lempung atau pasir halus bisa jadi potongan kapal itu terperosok masuk ke dalam ke bagian lebih dalam dari lingkungan sekitarnya. Itu hal yang biasa di dasar laut,” kata Sudiarta.

Sudiarta optimistis kapal ini bisa diangkat ke daratan karena perkembangan teknologi sekarang bahkan mampu menanam kabel di kedalaman 1.000 meter di dasar laut.

“Kalau dengan kedalaman seperti itu dengan teknologi yang ada saya kira akan bisa diangkat. Kapal menjadi bagian-bagian. itu masalah teknis saja pengangkatan itu sepanjang dia belum terjebak masuk ke sedimen yang lebih dalam. Bisa jadi dia nanti terjebak dan tertutup sedimen,” kata Sudiarta.

“Orang sekarang memasang kabel di atas 1.000 meter ke dalam sudah biasa dengan teknologi, dan sekarang banyak kapal laut dengan teknologi robot dan lain berseliweran di laut,” tutup Sudiarta.

(*/lk)

Komentar