Mulai Juni 2025, Kelas BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 Akan Digantikan oleh Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan rencananya untuk menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan di semua rumah sakit di Indonesia, yang dijadwalkan akan mulai diberlakukan pada bulan Juni 2025.

Meskipun demikian, masih ada dua permasalahan yang menjadi fokus utama, yaitu ketersediaan kamar mandi minimal dalam setiap ruang rawat inap di rumah sakit, serta pasokan oksigen yang cukup.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Azhar Jaya, mengakui bahwa masih banyak rumah sakit yang belum memenuhi standar dengan kekurangan fasilitas kamar mandi di ruang rawat inap atau kekurangan pasokan oksigen.

“Kita sama-sama tahu, bahwa masih banyak RS kita satu kelas itu 6 sampai 8 kamar tanpa kamar mandi, kita bisa bayangkan kalau mereka sakit dan butuh ke kamar mandi, harus keluar ruangan dulu, antre, ini kasihan, karena itu dibuat dengan KRIS, meningkatkan pelayanan kita daripada masyarakat,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, dikutip dari Detikcom (31/3/24).

Azhar juga menjelaskan bahwa tidak semua ruang rawat inap dapat diubah sesuai dengan persyaratan KRIS, dan banyak rumah sakit yang khawatir dengan kemungkinan besaran iuran yang akan diterapkan di masa mendatang, termasuk apakah akan terjadi kenaikan iuran akibat peningkatan fasilitas.

“Kalau kita tanya yang swasta, ini sebenarnya menanyakan di lapangan ‘Pak Aco kalau nanti KRIS itu ditetapkan maka tarifnya kelas 1, 2, 3 atau kelas berapa? Kami butuh kepastian itu, agar mendorong mereka, apakah karena membatasi tempat ada kenaikan tarif,” ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Profesor Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa belum ada regulasi yang mengatur mengenai tarif KRIS.

“Yang jelas kami sampaikan kalau iurannya sama, iurannya ya, katakanlah Rp 70.000 (untuk) miskin dan kaya Rp 70.000. Itu menyalahkan prinsip kesejahteraan sosial,” ucap Prof Ghufron.

Ghufron menegaskan bahwa meskipun tarifnya tetap, hal ini mungkin akan memberatkan masyarakat miskin. Ia kembali menegaskan bahwa jaminan kesehatan pemerintah, seperti BPJS Kesehatan, didasarkan pada prinsip gotong royong.

“Kenapa? (Menyalahi prinsip kesejahteraan sosial). Lah kita ini bergerak berbasis pada gotong royong. Kalau gotong-royong orang kaya bayar Rp 70.000 ringan, orang miskin jangankan, Rp 42.000 saja disampaikan yang nunggak banyak,” tukasnya.

Komentar