Ombudsman Ungkit Kehadiran Anies Baswedan di Rumah Rizieq Shihab

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya mengungkit kedatangan Anies Baswedan ke rumah Rizieq Shihab, begitu juga kehadiran Wagub DKI di acara Maulid Nabi di Tebet. Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho, kedatangan Anies itu membuat imbauan wali kota Jakarta Pusat pada 12 November 2020 persis tiupan angin lalu.

Ombudsman menilai pemerintah Provinsi DKI Jakarta lambat mengantisipasi potensi pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan di acara pemimpin FPI itu. Apalagi Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria justru menghadiri acara Maulid Nabi di Tebet, Jumat lalu, yang juga dihadiri Rizieq Shihab walau tidak melibatkan massa dalam jumlah besar.

“Kehadiran pejabat pada acara yang mengundang masa besar seperti sebuah persetujuan bahwa acara tersebut mungkin dilakukan selama menjalankan protokol kesehatan, padahal tidak akan ada yang mampu memastikan protokol kesehatan di kerumunan massa dengan jumlah sebanyak itu,” kata Teguh di Jakarta, Senin, 16 November 2020.

Ombudsman menyayangkan kedatangan Anies Baswedan ke kediaman Rizieq pada 10 November lalu, pada saat semestinya pemimpin FPI itu melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sepulang dari Arab Saudi.

Ketentuan isolasi mandiri ini sesuai dengan Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/313/2020 tentang Protokol Kesehatan Penanganan Kepulangan WNI dan Kedatangan WNA dari Luar Negeri di Pintu Masuk Negara dan di wilayah pada situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Ombudsman menilai koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah lemah dalam mengantisipasi kepulangan Rizieq Shihab. Akibatnya terjadi beberapa pelanggaran dan pembiaran yang dapat memunculkan klaster baru Covid-19 di ibu kota dan berbagai daerah sekitarnya.

“Semestinya pencegahan terhadap berkumpulnya masa dapat diantisipasi kalau pemerintah pusat berkoordinasi lebih baik dengan perintah daerah khususnya Banten, Jakarta, dan Jawa Barat di mana penyambutan Rizieq Shihab juga terjadi di Kabupaten Bogor dan melibatkan massa dengan jumlah yang cukup banyak,” kata Teguh.

Ombudsman menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah gagap dalam mengantisipasi potensi kerumunan massa. Pendekatan konfrontatif Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Mahfud Md yang fokus pada penggiringan isu apakah Rizieq Shihab dideportasi akibat melebihi ijin tinggal menjadi kontraproduktif.

Pendekatan ini, kata Teguh, justru mendorong simpatisan Rizieq Shihab beramai-ramai datang menjemput di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Pada momen ini, searusnya pemerintah bisa fokus pada upaya meredam glorifikasi kepulangan Rizieq, termasuk pendekatan konsiliatif.

“Pilihan Polri untuk melakukan diskresi berupa pengamanan bukan penghalauan merupakan tindakan paling rasional dan mencegah terhambatnya pelayanan publik yang lebih luas akibat potensi bentrokan antara simpatisan Rizieq Shihab dengan Polri,” ujar dia.

Ombudsman Jakarta Raya juga melihat kelemahan koordinasi itu juga tampak pada upaya pencegahan penyebaran Covid-19 oleh Satgas Nasional Penanganan Covid-19 dengan memberikan 20.000 masker pada acara pernikahan anak Rizieq.

Menurut Ombudsman Jakarta Raya bukan pencegahan seperti yang dimaksud dalam upaya mengurangi potensi penyebaran pandemik Covid-19. “Pemberian fasilitas di saat mengetahui akan dipergunakan untuk pengumpulan massa dalam jumlah yang besar namanya memfasilitasi,” ujar Teguh.

Pemberian sanksi administratif yang dijatuhkan Gubernur Anies Baswedan kepada Rizieq Shihab berupa denda Rp 50 juta, dianggap Ombudsman lebih merupakan pemenuhan kewajiban administrasi, namun hal itu berdampak buruk pada persepsi masyarakat. “Ada pesan yang disampaikan secara tidak langsung, bahwa masyarakat dipersilakan untuk melakukan pengumpulan massa berapapun jumlahnya, sejauh mampu membayar denda sebanyak Rp 50 juta,” kata Nugroho.

(tmp)

Komentar