Pasal Penghinaan Presiden Alot Di Bahas DPR, Wamenkumham: Tak Akan Dihapus Dari RKUHP, Kita Tidak Bisa Memuaskan Semua Pihak!

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Perdebatan Pasal Penghinaan Presiden dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, adalah hal yang wajar. Bahkan Edward OS Hiariej (Eddy), Wakil Menteri Hukum Dan Ham (Wamenkumham), merasa yakin, Pasal tersebut tidak akan dihapus.

Ia menilai, pembahasan RKUHP tidak akan mungkin bisa memuaskan semua Pihak. Ia bahkan mempersilakan, pihak yang masih keberatan dengan hasil RKUHP, untuk menempuh jalur hukum.

“Tidak akan kita hapus. Tidak akan. Intinya kita begini, ya, tidak akan mungkin memuaskan semua pihak, Jadi, kalau tidak setuju, ya, pintu MK kan terbuka,” ujarnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/22).

Ia menegaskan, bahwa Pemerintah tidak Anti Kritik. Hanya saja, harus diluruskan, sangat berbeda antara Kritik dengan penghinaan. Penghinaan ada ancaman Pidananya di RKUHP.

“Tidak, itu orang yang sesat berpikir. Dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Yang dilarang itu penghinaan, lo, bukan kritik. Dibaca nggak, kalau mengkritik tidak boleh dipidana. Kan ada di pasalnya. Jadi apa lagi? Jadi yang mengatakan penghinaan sama dengan kritik itu mereka yang sesat pikir, yang tidak membaca,” tegasnya.

Ia menyebut, pasal Penghinaan Presiden tersebut, tak bisa dirujuk dari Negara lain. Penghinaan di Indonesia, merupakan Mala In Se (perbuatan yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat), bukan karena dilarang oleh UU. Sementara itu, Negara lain meletakkan penghinaan, sebagai Mala Prohibita atau (perbuatan yang tergolong kejahatan) karena diatur dalam UU.

“Begini, kalau soal Penghinaan, itu tidak bisa Rujukan Negara lain ya, karena itu pasal Spesial. Saya selalu menjelaskan tentang penghinaan, di kita dan Negara Barat itu berbeda. Dalam Hukum Pidana, kita meletakkan penghinaan itu sebagai myala In Se, berbeda dengan Negara lain, mereka meletakkan penghinaan itu sebagai Mala Prohibita. Dari segi konsep itu saja sudah berbeda,” jelasnya.

Ia menambahkan, Ancaman Pidana Penghina Presiden dan Wapres di RKUHP
RKUHP akan mengancam penghina harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, dengan hukuman 3,5 tahun Penjara. Hukuman diperberat menjadi 4,5 tahun Penjara bila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial.

Diketahui, Draf RKUHP terakhir yang ada saat ini adalah draf RKUHP 2019. Berikut bunyi Pasal 218:

(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Komentar