Perintah Presiden Supaya Bakamla Segera Bertransformasi Menjadi Indonesia Coast Guard .? Ini Kata Soleman B. Ponto

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Polemik ditahannya 2 (dua) kapal tanker, MT Horse berbendera Iran dan MT Freya berbendera Panama di perairan Pontianak, beberapa waktu lalu terus menjadi bahan perdebatan hukum dikalangan dunia maritim maupun bisnis perkapalan Indonesia. Hal ini yang menjadi salah satu issue politik masih hangat untuk diperdebatkan dan akhirnya membawa permasalahan ini melalui rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR bersama Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (02/02/2021).

Rapat yang membahas membahas RKA dan RKP Bakamla tahun 2021 dipimpin oleh (pimpinan sidang)  Wakil Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto.

Berkaitan dengan hal ini Tim Redaksi JurnalPatroliNews.co.id melakukan wawancara ekslusif langsung dikediaman Mantan Kabais 2011-2013, Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, dibilangan Cikarang – Bekasi, berikut hasil wawancara hari ini, Rabu (03/02/21).

JP      : Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP, TB Hasanuddin menyinggung soal kerugian Indonesia terkait aktivitas 2 (dua) kapal tanker Iran dan Panama beberapa waktu yang lalu. Menurut  TB Hasanuddin bahwa transhipment minyak kedua kapal asing diwilayah teritorial  Indonesia tidak merugikan Indonesia berdasarkan hukum yang ada sekarang. Sedangkan Ka Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia menyatakan bahwa TB Hasanuddin itu keliru besar, Dia memastikan Indonesia dirugikan dari kegiatan ship to ship kapal asing di Laut Natuna. Bagaimana menurut pendapat Bapak, apakah benar TB Hasanudin itu keliru besar ?

Ponto :  Menurut saya justru yang keliru besar adalah Laksdya Aan Kurnia, karena dia menjawab sesuka hati dia tanpa memperhatikan aturan perundangan yang ada, kekeliruan Laksdya Aan Kurnia itu berdasarkan :

Pertama. Seluruh laut Indonesia diatur oleh Undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan secara Internasional diatur oleh Unclos.

Menurut ayat 3 Pasal 11 UU 6/1996 tentang Perairan, Kapal asing DIPERBOLEHKAN UNTUK LEGO JANGKAR BAHKAN TRANSFER BAHAN BAKAR SHIP TO SHIP SESAMA KAPAL ASING BILA ITU DIPERLUKAN.

Selengkapnya ayat 3 pasal 11 UU 6/1996 berbunyi :

HAK LINTAS BAGI KAPAL-KAPAL ASING

Bagian Pertama
Hak Lintas Damai

Pasal 11

Ayat (1)  Kapal semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia.

Jadi menurut ayat 1 pasal 11 UU 6/1996 tentang perairan, semua kapal asing berhak untuk melakukan lintas damai di laut teritorial Indonesia. Jadi kapal Iran itu pun berhak untuk melakukan lintas damai di laut teritorial Indonesia.

Ayat (3) Lintas damai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terus-menerus, langsung serta secepat mungkin, mencakup berhenti atau buang jangkar sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang normal, atau perlu dilakukan karena keadaan memaksa, mengalami kesulitan, memberi pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.

Pada ayat 3 pasal 11 UU 6/1996 tentang perairan Indonesia ini sangat jelas menyatakan bahwa lego jangkar sambil transfer bahan bakar ship to ship sesama kapal asing apabila itu diperlukan karena keadaan memaksa boleh saja dilakukan. Tidak ada larangan untuk hal itu.

Jadi transfer bahan bakar di laut sesama kapal asing di laut teritorial Indonesia TIDAK DILARANG. Sehingga Indonesia TIDAK DIRUGIKAN. Lalu kalau Laksdya Aan Kurnia bilang Indonesia  dirugikan aturan mana yang dipakai beliau ?

Kedua. Sekarang kita lihat dari aturan Internasional yaitu UNCLOS 82.

Menurut ayat 2 Pasal UNCLOS 82, Kapal asing DIPERBOLEHKAN UNTUK LEGO JANGKAR BAHKAN TRANSFER BAHAN BAKAR SHIP TO SHIP  SESAMA KAPAL ASING BILA ITU DIPERLUKAN.

Selengkapnya ayat 2 pasal 18 UNCLOS 82 berbunyi :

Pasal 18 UNCLOS 82

Pengertian lintas (meaning of passage)

Ayat (1). Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:

(a) melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau

(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.

Ayat (2). Lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas mencakup berhenti dan buang  jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.

Pada ayat 2 pasal 18 UNCLOS 82 sangat jelas menyatakan bahwa lego jangkar sambil transfer bahan bakar ship to ship sesama kapal asing apabila itu diperlukan karena keadaan memaksa boleh saja dilakukan. Tidak ada larangan untuk hal itu. Sehingga Indonesia tidak dirugikan

Ketiga . PENEGAKAN KEDAULATAN DAN HUKUM DI PERAIRAN INDONESIA diatur pada Pasal 24 UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia yang selengkapnya berbunyi :.

Ayat (1)  Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di 
bawahnya termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi menurut ayat 1 pasal 24 UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia ini bahwa penegakan Hukum di Perairan Indonesia atau di laut Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Konvensi Internasional. Salah Satu konvensi Internasional yang dipakai di laut adalah UNCLOS 82 (United Nation Convention
 on the Law of the Sea tahun 1982).

Ayat (2)  Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Konvensi, hukum internasional lainnya, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, menurut ayat 2 UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia bahwa Yurisdiksi penegakan hukum Indonesia terhadap kapal asing sesuai ketentuan konvensi Internasional dalam hal ini UNCLOS 82.

Keempat. Yurisdiksi Kriminal diatas kapal asing diatur Pasal 27 UNCLOS  yang selengkapnya berbunyi :

Pasal 27

Yurisdiksi kriminal di atas kapal asing

Ayat (1). Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan yang berkaitan dengan kejahatan apapun yang dilakukan di atas kapal selama lintas demikian, kecuali dalam hal yang berikut :

(a)  apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara pantai;

(b)  apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian Negara tersebut atau ketertiban laut wilayah;

(c)  apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera; atau

(d) apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap narkotika atau bahan psychotropis.

Jadi menurut ayat 1 pasal 27 UNCLOS 82, yurisdiksi kriminal negara pantai dalam hal ini Indonesia, hanya bisa menjangkau kapal asing dalam hal ini kapal Iran, bila tindakan kriminal diatas kapal Iran itu dirasakan oleh Indonesia.

Tindakan kriminal yang di sangkakan oleh Ka.Bakamla ke kapal Iran itu adalah ship to ship transfer bahan bakar sesama kapal asing. Bahan bakar yang ditransfer itu milik kapal asing, bukan milik Indonesia, jadi  walaupun seandainya  transfer bahan bakar ship to ship itu adalah kriminal, tetap saja hal tidak berpengaruh terhadap Indonesia, karena bahan bakar yang ditransfer itu bukan milik Indonesia. Jadi Indonesia tidak dirugikan, dan kapal itu tidak boleh ditahan.

Jadi sangat jelas dari keempat tinjauan hukum diatas, tidak ada satupun yang menyatakan bahwa transfer bahan bakar ship to ship antar sesama kapal asing di wilayah laut teritorial Indonesia merugikan Indonesia. Sehingga apa yang dinyatakan oleh pak Hasanuddin bahwa Indonesia tidak dirugikan adalah sangat benar. Justru yang keliru besar adalah Laksdya Aan Kurnia, karena pernyataan beliau bahwa Indonesia dirugikan itu tidak punya landasan hukum sama sekali. Hal seperti ini sangat berbahaya karena memberikan masukan yang salah kepada DPR, yang akan mengakibatkan DPR juga nantinya akan berbuat kesalahan akibat dari masukan yang salah.

JP        : Laksdya Aan Kurnia menyebut Indonesia dirugikan lantaran kegiatan transfer minyak itu dilaksanakan di laut teritorial Indonesia. Menurutnya ini jelas melecehkan kedaulatan Indonesia. “Masalah rugi tidaknya dengan transfer bahan bakar yang bukan minyaknya Indonesia, tapi ini tetap rugi dan kita dilecehkan masalah kedaulatan karena pelaksanaan di laut teritorial,” ujarnya. Bagaimana pendapat Bapak ?

Ponto    : Pak Aan Kurnia ini sepertinya belum baca UU 6/1996 tentang Perairan Indonesia dan juga belum baca UNCLOS 82. Atau mungkin sudah baca tapi tidak dimengerti. Kedaulatan mana yang dilecehkan ?? Aturan mana yang mengatur pelecehan di teritorial Indonesia ?? Tidak ada aturan yang mengatur tentang pelecehan kedaulatan di teritorial. Yang ada setahu saya justru Bakamla kesulitan mengajukan sanksi karena Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia tidak mengatur tentang sanksi atas pelanggaran Hak Lintas damai di wilayah laut teritorial.

JP         : Kami sangat meyakini jabatan seorang perwira tinggi Angkatan Laut bintang 3 (tiga)  seperti  Laksdya Aan Kurnia sangat menguasai tentang aturan perundangan yang berlaku di laut.

Ponto   : Beliau kan seorang pati TNI AL bintang 3 (tiga). Seharusnya  sudah harus tahu semua aturan yang berlaku di laut. Pengetahuan beliau seharusnya lebih luas daripada saya yang hanya seorang purnawirawan bintang 2. Nah kalau beliau sudah tahu aturan itu maka seharusnya beliau juga tahu bahwa transfer minyak sesama kapal asing itu tidak dilarang oleh Undang-undang yang ada di Indonesia. Tapi ternyata kelihatannya justru beliau tidak tahu sama sekali sekali tentang aturan perundangan yang ada di laut. Hal itu terlihat dari pernyataan beliau yang menyatakan bahwa transfer bahan bakar ship to ship sesama kapal asing itu dilarang. Coba tolong tanyakan kepada pak Aan, aturan mana yang mengatur larangan itu ?? Juga beliau menyatakan bahwa hal itu merugikan Indonesia, aturan mana lagi yang mengatur tentang kerugian Indonesia akibat adanya transfer bahan bakar ship to ship sesama kapal asing menyatakan itu  ? Barangkali saya belum baca.  ???  Tolong pak Aan kalau baca jawaban saya ini tolong jelaskan kepada rakyat Indonesia aturan mana yang dilanggar oleh kapal Iran itu dalam hal transfer bahan bakar ship to ship di laut teritorial Indonesia. Sebagai Ka Bakamla dari pada terus menerus memberikan masukan yang salah kepada DPR,  menebar berita yang tidak benar tanpa landasan hukum yang jelas. Saya yakin sudah banyak masyarakat yang muak dengan arogansi Bakamla yang terus menerus memperlihatkan kehebatan ala cowboy.

JP        : Sebagaimana pernyataan Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia. S.Sos,M.M dalam RDP dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa (2/2/21), menjelaskan secara detail kronologis penangkapan dua kapal super tanker tersebut. Menurutnya, kedua kapal tersebut telah terbukti dan tertangkap tangan melakukan pelanggaran dalam alur lintas damai. Bagaimana pendapat Bapak ?

Ponto  : Menurut Bakamla bahwa Kedua kapal tanker itu diduga melanggar hak lintas transit pada ALKI I dengan keluar dari batas 25 NM ALKI melakukan lego jangkar di luar ALKI tanpa izin otoritas terkait. Mari kita telusuri satu persatu.

Pertama. Kalau kedua kapal tanker itu keluar dari batas ALKI dan melakukan lego jangkar, memang tidak diperlukan izin. Coba laksdya Aan tunjukan kepada rakyat Indonesia ini aturan mana yang mengharuskan bahwa kapal asing yang melakukan pelayaran damai lewat ALKI dan lego jangkar di teritorial harus mendapatkan izin ? Jangan hanya menurut Bakamla saja, tapi harus menurut Undang-undang , karena Indonesia adalah negara hukum, sehingga semua harus diatur dengan Undang-undang.

Kedua.  Kedua kapal itu lego jangkar diluar ALKI itu sudah benar, karena kalau mereka lego jangkar didalam ALKI sudah pasti akan mengganggu pelayaran di ALKI, kedua kapal itu bisa ditabrak oleh kapal lain yang sedang melintas di ALKI. Jadi lego jangkar diluar ALKI itu sudah benar. Tidak ada yang salah.

Ketiga.  Menurut ayat 3 Pasal 11 UU 6/1996 tentang Perairan, Kapal asing yang melintas di wilayah teritorial DIPERBOLEHKAN UNTUK LEGO JANGKAR  BILA ITU DIPERLUKAN, dan TIDAK PERLU MINTA IZIN.

Selengkapnya ayat 3 pasal 11 UU 6/1996 berbunyi :

HAK LINTAS BAGI KAPAL-KAPAL ASING

Bagian Pertama
 Hak Lintas Damai

Pasal 11

Ayat (1)  Kapal semua negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai 
melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia.

Jadi menurut ayat 1 pasal 11 UU 6/1996 tentang perairan, semua kapal  asing berhak untuk melakukan lintas damai di laut teritorial Indonesia. Jadi kapal Iran itu pun berhak untuk melakukan lintas damai di laut teritorial Indonesia.

Ayat (3) Lintas damai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terus-menerus, langsung serta secepat mungkin, mencakup berhenti atau buang jangkar sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang normal, atau perlu dilakukan karena keadaan memaksa, mengalami kesulitan, memberi pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.

Pada ayat 3 pasal 11 UU 6/1996 tentang perairan Indonesia ini sangat jelas menyatakan bahwa lego jangkar bagi kapal asing apabila itu diperlukan karena keadaan memaksa boleh saja dilakukan.  Tidak ada larangan untuk hal itu. Dan tidak perlu minta izin. Karena tidak tertulis       bahwa utk lego jangkar perlu izin tidak ada larangan kapal asing yang sedang melintas  di laut teritorial Indonesia untuk lego jangkar bila hal itu diperlukan.

Keempat. Sekarang kita lihat dari aturan Internasional yaitu UNCLOS 82.

Menurut ayat 2 Pasal UNCLOS 82, Kapal asing yang sedang melintas di wilayah laut teritorial DIPERBOLEHKAN UNTUK LEGO JANGKAR bila itu diperlukan.

Selengkapnya ayat 2 pasal 18 UNCLOS 82 berbunyi :

Pasal 18 UNCLOS 82

Pengertian lintas (meaning of passage)

Ayat (1).  Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:

(a) melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau

(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.

Ayat (2).  Lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan.

Pada ayat 2 pasal 18 UNCLOS 82 sangat jelas menyatakan bahwa kapal asing yang sedang melintas di wilayah laut teritorial boleh saja lego       jangkar bila hal itu diperlukan. Tidak ada larangan untuk hal itu.

Jadi Menurut saya, Laksdya Aan ini telah menyampaikan berita tidak benar kepada anggota DPR RI. Karena sebenarnya tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kedua kapal itu sehingga harus ditahan. Jadi apa yang disampaikan laksdya Aan kepada DPR bahwa pelanggarannya telah terbukti itu omong kosong saja. Alasan yang disampaikan oleh Laksdya Aan kepada DPR itu keliru besar, karena tidak ada dasar hukumnya.

JP        : Sebagaimana kita ketahui bahwa Kapal Iran mematikan AIS (Automatic Identification System) Kapal Iran Lego jangkar wilayah laut teritorial tanpa ijin. Menyembunyikan Identitas dengan mematikan AIS. Apakah kapal itu boleh ditahan karena mematikan AIS ?

Ponto   : “Setiap kapal lokal dan asing yang berlayar di wilayah Indonesia wajib mengaktifkan AIS, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis”.  Sangsi bagi asing yang tidak menghidupkan AIS diatur.

Pada ayat 2 pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis selengkapnya berbunyi :

Pasal 10
 Kapal Asing yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan sanksi sesuai ketentuan Tokyo MoU dan perubahannya.

Ketentuan Tokyo MoU itu sangsinya adalah sangsi administratif yang dicatat oleh PSC (Port State Control). di Indonesia yang menjadi PSC adalah KPLP, bukan Bakamla.

Selain itu dalam PM 7 Tahun 2019 itu tidak menyebutkan kewenangan Bakamla dalam menegakan aturan itu.

Jadi bila kapal Iran itu mematikan AIS maka PSC, dalam hal ini KPLP mencatatnya dan selanjutnya akan menjatuhkan sangsi berupa sangsi adminisitrasi. Dengan demikian walaupun AIS nya mati, maka kapal Iran itu tidak boleh ditahan.

JP    : Bakamla melakukan penahanan kedua kapal Iran itu. Bagaimana pendapat bapak ?

Ponto : Penahan kapal didunia internasional diatur oleh International Convention on Arrest of Ship tahun 1999. (Konvensi internasional tentang Penahan Kapal). Kewenangan Penahanan kapal diatur pada angka 1 artikel 2 yang berbunyi :

Article 2, Powers of arrest

“A ship may be arrested or released from arrest only under the authority of a Court of the State Party in which the arrest is effected”.

Jadi menurut Konvensi internasional tentang Penahanan Kapal ini sangat jelas bahwa Bakamla tidak memiliki kewenangan untuk menahan kapal Iran itu. kewenangan untuk menahan kapal harus berdasarkan keputusan hakim.

JP         : Laksdya Aan menjelaskan bahwa saat ini Bakamla menemui kendala dalam memprosesnya karena terganjal tidak adanya kewenangan sebagai penyidik. Bagaimana menurut bapak ?

Ponto.  : Sebenarnya masalahnya bukan karena Bakamla itu penyidik atau bukan, tapi karena tidak ada pelanggaran yang yang dilakukan oleh kedua kapal itu. Sehingga Bakamla sulit membuktikan atau mencari-cari kesalahan kedua kapal itu. Karena kesulitan mencari kesalahan itu kemudian menyatakan bahwa kesulitan itu akibat dari Bakamla statusnya bukan penyidik. Ini antara masalah dan alasan tidak nyambung sama sekali.

JP       : Saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Keamanan Laut sudah masuk daftar Prolegnas, rencana kedepan pihak Komisi I akan berusaha mendorong RUU itu segera masuk daftar Prolegnas Prioritas. Apakah menurut Bapak kedepan, Bakamla akan menjadi koordinator penyidik dan pengawasan di wilayah laut NKRI.

Ponto   : Untuk diketahui berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan, ayat (1) pasal 44, telah ditetapkan bahwa Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebagai administrator maritim (maritime administration) Indonesia sebagai perwakilan Indonesia di International Maritime Organization (IMO). yang tugasnya dilaut dilaksanakan oleh KPLP. Sebagai pelaksana tugas dilaut, KPLP secara otomastis menjadi anggota Tokyo MoU yang selalu aktif berpartisipasi dalam acara Technical Working Group dan Port State Control Committee (PSCC) mengenai standard kelaiklautan dan keamanan kapal. Tokyo MoU adalah organisasi Port State Control (PSC) yang terdiri dari negara-negara anggota di Asia Pasifik.

Selanjutnya KPLP inilah yang oleh UU 17/2008 tentang Pelayaran diperkuat menjadi Penjaga Laut dan Pantai, atau Indonesia Sea and Coast Guard yang salah satu tugasnya adalah sebagai koordinator penegak hukum di laut.

Jadi tidak mungkin kalau Bakamla mau dijadikan koordinator penegak hukum di laut berdasarkan empat alasan. Pertama Sebagai koordinator penegak hukum di laut harus berada dibawa dirjenhubla yang menjadi perwakilan Indonesia di IMO. Sedangkan Bakamla bukan dibawa dirjen hubla, jadi tidak mungkin menjadi koordinator penegak hukum di laut. kedua, walaupun Bakamla diatur sebagai koordinator penegak hukum di laut oleh UU 32/2014 tentang Kelautan, hal ini tetap tidak bisa meniadakan PLP yang berdasarkan UU 17/2008 tentang Pelayaran sebagai koordinator karena kekuatan hukum sesama Undang-undang sama kuatnya. Ketiga, untuk apa merevisi undang-undang 32/2014 tentang kelautan kalau hanya untuk memberi kewenangan Bakamla sebagai koordinator penegak hukum di laut, kalau sudah ada UU 17/2008 tentang Pelayaran yang sudah menetapkan PLP sebagai koordinator penegak hukum di laut.

Dan yang keempat, bila Bakamla tetap dipaksakan untuk menjadi koordinator penegak hukum di laut, maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan yang semakin membuat kekacauan penegakan hukum di laut. kekacauan ini akan mengakibatkan terganggunya perekonomian bangsa, terutama akan mengakibatkan kegagalan investasi yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Nah orang orang yang selalu memaksakan kehendak untuk menampilkan Bakamla dengan tanpa memperhatikan aturan perundangan yang ada, patut diduga bahwa telah dibayar tergalang oleh agen-agen intelijen asing untuk merusak perekonomian Indonesia.

JP      :  Apakah para penyidik dilaut seperti TNI AL, Polri, KKP, BEA CUKAI dan KPLP tidak melihat dan mengetahui kesalahan prosedur penangkapan yang dilakukan oleh kedua kapal itu ? Bagaimana menurut Pak Ponto

Ponto : Saya sangat yakin para penyidik di laut seperti TNI AL, Polri, KPLP, Bea Cukai dan KKP semua mereka juga melihat keberadaan kapal ini. Akan tetapi mereka semua tahu dan sadar bahwa tidak ada satupun pelanggaran yang dilakukan kapal itu yang menyebabkan kapal itu boleh ditahan. Itulah sebabnya kapal itu mereka biarkan saja. Karena memang aturannya seperti itu. Lalu tiba-tiba kapal itu disergap oleh Bakamla, sehingga seakan-akan Bakamla adalah pahlawan. Padahal sergapan Bakamla ini justru memperlihatkan ketidak pemahaman mereka tentang aturan perundangan yang ada di laut. Mereka ingin tampil sebagai pahlawan. Tapi yang terjadi justru memperlihatkan ketidak pemahaman mereka tentang aturan perundangan ada di laut.

JP       : Menurut Laksdya Aan, Bakamla hanya menangkap kapal dan menyerahkan kepada penyidik. Tapi para penyidik ogah-ogahan “Terus terang saya hanya menangkap dan menyerahkan ke penyidik. Terus terang penyidik ogah-ogahan ini Pak,” ujar Aan. Bagaimana menurut Bapak ?

Ponto : Yah wajar sekali kalau para penyidik itu ogah-ogahan, karena mereka semua tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Bakamla itu keliru, karena melanggar semua aturan yang ada. Itulah sebabnya mereka ogah-ogahan menerima tangkapan dari Bakamla itu. memangnya TNI AL, Polisi, KPLP itu jongosnya Bakamla sehingga harus menyelesaikan proses hukum yang diberikan oleh Bakamla ? Tidak ada aturan yang mengatur bahwa para penyidik itu wajib menerima hasil tangkapan dari Bakamla. Jadi Bakamla jangan merasa hebat, seakan akan hanya Bakamla yang bekerja untuk republik ini.

JP        :  Apa alasan mendasar sehingga sepertinya para penyidik itu ogah-ogahan menerima hasil tangkapan Bakamla saat ini.

Ponto  : Ada dua alasan, yang pertama adalah karena memang tidak ada aturan yang menyebabkan kedua kapal itu harus ditahan. Kedua, oleh karena menurut pasal 28 UNCLOS 82 bahwa kapal itu ada dalam rana perdata, maka pemilik kapal dapat melakukan upaya hukum untuk menuntut balik secara hukum Komandan Kapal Bakamla serta kepala Bakamla secara perdata, yaitu menuntut membayar semua kerugian kapal itu selama tidak berlayar. Itulah sebabnya para penyidik itu tidak mau menerima kasus ini. Jadi biarlah tuntutan ganti rugi itu bila ada akan dialamatkan kepada Komandan Kapal Bakamla dan Kepala Bakamla.  Gawat kan ?

JP        : Apakah masih ada akibat lain bila kasus ini tidak diselesaikan dengan tuntas ?

Ponto  : Jelas, masih ada akibat lain, yaitu Iran dan China bisa melakukan balas dendam. Kapal-kapal Indonesia bisa disergap oleh Coast Guard Iran dan China ketika melintas di perairan teritorial mereka. Hal ini sudah ada contohnya, kapal-kapal Australia ada yang disergap oleh  coast Guard China, karena ada kapal-kapal China yang ditahan oleh Australia. Apa kita mau seperti itu hanya akibat dari kebodohan Bakamla ?

JP       : Laksdya Aan Kurnia menyatakan dalam peraturan yang ada saat ini jika hanya sanksi administratrif, sangat rendah (dendanya) dan berpotensi akan mengulangi lagi aksinya diwaktu yang lain. Bagaimana menurut Bapak ?

Ponto  :  Laksdya Aan Kurnia ini sepertinya mau menyalahkan Menteri Perhubungan yang membuat sangsi terhadap pelanggaran AIS itu begitu rendah, hanya berupa sangsi administrasi. Hal ini semakin memperlihatkan ketidak tahuannya tentang aturan dunia Internasional.  Untuk diketahui bahwa penggunaan AIS di Indonesia itu diatur oleh Peraturan menteri nomor PM 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis. Peraturan Menteri ini dibuat berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian dan International Maritime Organization Resolution A. 1052 (27) adopted on 30 November 2011 concerning Procedures f o r Port State Control, untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, setiap kapal wajib memasang dan mengaktifkan Sistem Identifikasi Otomatis atau Automatic Identification System (AlS).

Jadi Menhub tidak ngawur dalam membuat sangsi yang oleh Laksdya Aan Kurnia dianggap rendah itu. Sangsi administrasi itu merupakan kesepakatan dunia internasional, bukan mau-maunya Menteri Perhubungan. Yang ngawur adalah Laksdya Aan Kurnia yang menganggap sangsi itu terlalu rendah.

JP      : Sebagai Institusi Indonesia Coast Guard Bakamla sudah seharusnya juga memiliki wewenang dalam penegakan hukum sebagai penyidik, seperti Coast Guard yang di miliki negara internasional lain.

Ponto : Sekarang penyidik di laut sudah ada 6 instansi penyidik dilaut yaitu TNI AL, KKP, BEA CUKAI, KPLP dan  POLRI. Semua wilayah laut sudah habis terbagi kepada ke 6 instansi itu. Lalu Bakamla mau jadi penyidik untuk kasus apa ? Justru Bakamla yang selama ini menjadi trouble maker sebaiknya dibubarkan saja.

JP       : Sekarang kenapa saat dalam RDP dengan Komisi I DPR RI, pihak Bakamla minta usulan dijadikan sebagai penyidik, bagaimana menurut Bapak ?

Ponto : Ya memang sebaiknya Bakamla itu dibubarkan saja. Presiden Joko widodo pada saat pelantikan Laksdya Aan menjadi Kepala Bakamla sudah memerintahkan agar supaya Bakamla segera ditransformasi menjadi Indonesia Coast Guard. Sinyal perintah Transformasi dari Presiden artinya menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) adalah perubahan bentuk. Jadi Transformasi Bakamla artinya Rubah Bentuk Bakamla menjadi Indonesia Coast Guard. Nah “rubah bentuk” itu kan sama artinya dengan “Sinyal perintah segera berubah”. Hal ini wajar, karena Presiden menggunakan kata-kata yang halus “transformasi” .  Tapi aneh bin ajaib perintah presiden ini sampai hari ini tidak dilaksanakan. Ada apa dengan Bakamla ?

JP       : Kalau Bakamla harus ditransformasi, apa yang harus dilakukan ? Mohon penjelasan Bapak

Ponto : Transformasi itu dapat dilakukan dengan dua hal yaitu : Pertama, Seluruh anggota Bakamla yang militer harus alih status menjadi ASN. Kedua Rubah landasan hukum dari UU 32/2014 tentang Kelautan menjadi UU 17/2008 tentang Pelayaran. Transformasi itu cukup dilakukan dengan membuat Peraturan Pemerintah yang berdasarkan UU 17/2008 tentang pelayaran. Gampang kan ??? Ini jauh lebih mudah dari pada merevisi UU 32/2014 tentang kelautan hanya untuk memberikan kewenangan sebagai Penyidik kepada Bakamla, yang justru akan membuat penegakan hukum di laut menjadi semakin semrawut.

(TimRed)

 

Komentar