Pertahankan Peringkat, Kemenkeu : Sambut Baik Keputusan Fitch, Ini Kata Puspa

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Keuangan menyambut baik keputusan lembaga pemeringkat Fitch yang mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 10 Agustus 2020. Sebelumnya peringkat yang sama dirilis Fitch pada 24 Januari 2020 lalu.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menyatakan keputusan tersebut menunjukkan penilaian Fitch atas langkah pemerintah Indonesia telah menanggapi krisis dengan cepat.

“Dengan berbagai langkah bantuan untuk mendukung rumah tangga dan perusahaan, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, 11 Agustus 2020.

Fitch, kata Puspa, juga beranggapan pemerintah telah mengambil beberapa tindakan sementara yang luar biasa, yang mencakup penangguhan tiga tahun dari plafon defisit 3 persen dari PDB dan pembiayaan bank sentral langsung pada defisit.

“Kebijakan ini didukung kebijakan fiskal yang berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir sehingga menyebabkan Indonesia mempunyai ruang bagi langkah-langkah penyelesaian pandemi,” katanya.

Puspa menjelaskan, pemerintah terus melanjutkan upaya reformasi strukturalnya, meskipun dalam beberapa bulan terakhir fokus kebijakan berada pada krisis yang sedang dihadapi.

Namun begitu, kata Puspa, Fitch menyebutkan ada sejumlah langkah Pemerintah yang harus dilakukan.

“Indonesia perlu mengurangi ketergantungan terhadap pihak eksternal, meningkatkan pendapatan negara, mempercepat reformasi struktural, dan meningkatkan PDB per kapita,” tuturnya.

Sebelumnya Gubernur Bank Indonesia  Perry Warjiyo menyebutkan afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan Fitch, sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama dunia, atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.

“Yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19 yang menekan perekonomian global,” ujar Perry seperti dikutip dari siaran pers, Senin, 10 Agustus 2020.

Stabilitas makroekonomi ini, menurut Perry, juga didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah.

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional.”

Lebih jauh Perry menjelaskan, Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan baik di sisi fiskal, moneter, maupun sistem keuangan secara berhati-hati dan terukur untuk mengatasi dampak Covid-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Terkait hal ini, berbagai indikator menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga sehingga turut mendukung ketahanan ekonomi nasional.

Inflasi pada Juli 2020, misalnya, tercatat 1,54 persen (year-on-year) dan diperkirakan akan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2-4 persen untuk keseluruhan 2020. “Defisit transaksi berjalan triwulan II 2020 diprakirakan tetap rendah dan investasi portofolio asing kembali mencatat net inflows,” ucap Perry.

Sejalan dengan itu, nilai tukar Rupiah secara point to point menguat 14,4 persen pada triwulan II 2020. “Cadangan devisa pada akhir Juli 2020 meningkat menjadi US$ 135,1 miliar atau setara dengan pembiayaan 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.”

Sebelumnya, Fitch dalam pengumumannya menjelaskan ada beberapa faktor kunci yang mendukung afirmasi peringkat Indonesia tersebut. Sejumlah faktor kunci itu adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah.

Pada sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, yaitu masih tingginya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal, penerimaan pemerintah yang rendah, serta sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara peers.

Dalam asesmennya Fitch memperkirakan bahwa aktivitas ekonomi di Indonesia akan terkontraksi pada 2020, dipengaruhi pandemi Covid-19. Kontraksi ini merupakan dampak dari penerapan kebijakan social distancing yang memengaruhi konsumsi dan investasi, penurunan terms of trade yang bersifat temporer, dan terhentinya arus masuk wisatawan mancanegara.

Dampak dari pandemi yang cukup kuat dan menyeluruh terhadap aktivitas ekonomi ini tercermin pada kontraksi sebesar 5,3 persen pada triwulan II-2020. Namun, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat menjadi 6,6 persen pada 2021. Momentum pertumbuhan ekonomi diperkirakan berlanjut pada 2022, yaitu tumbuh 5,5 persen, antara lain didukung oleh fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur.

Lebih lanjut, Fitch menyatakan bahwa pemerintah telah merespons pandemi COVID-19 dengan cepat melalui berbagai kebijakan untuk mendukung sektor rumah tangga dan korporasi, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UMK).

Secara keseluruhan, jumlah dukungan pemerintah untuk mengatasi pandemi mencapai Rp 695 triliun (4,4 persen dari PDB), mencakup bantuan langsung tunai, penyediaan kebutuhan pokok, penyediaan jaminan, dan insentif perpajakan. Pemerintah juga menempuh sejumlah langkah terobosan yang bersifat sementara, termasuk penundaan ketentuan batas atas defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB selama tiga tahun serta kebijakan pembiayaan defisit secara langsung oleh bank sentral.

Dalam pandangan Fitch, kebijakan fiskal yang berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan ruang bagi berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Mengacu pada defisit fiskal selama satu dekade terakhir yang selalu berada di bawah 3 persen dari PDB, Fitch meyakini Pemerintah akan memenuhi komitmennya untuk membawa defisit fiskal kembali di bawah 3 persen dari PDB pada 2023.

Fitch juga memperkirakan defisit fiskal pada 2020 akan meningkat menjadi sekitar 6 persen pada 2020 dari 2,2 persen pada 2019 dipengaruhi oleh belanja Pemerintah yang lebih tinggi di tengah penerimaan yang lebih rendah akibat perlambatan ekonomi. Selanjutnya, defisit fiskal akan terus menurun menjadi 5 persen dan 3,5 persen masing-masing pada 2021 dan 2022, sejalan dengan berkurangnya pengeluaran terkait pandemi.

Mengenai kesepakatan burden sharing antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam membiayai pengeluaran negara terkait Covid-19, Fitch memandang kesepakatan ini akan membantu mengurangi beban bunga yang ditanggung pemerintah. Fitch memperkirakan kesepakatan ini tidak akan memberikan tekanan inflasi pada tahun 2020 seiring permintaan yang masih lemah. Kebijakan moneter di Indonesia selama beberapa tahun terakhir yang dinilai kredibel memberikan keyakinan kepada Fitch bahwa kesepakatan burden sharing ini akan bersifat temporer (one-off).

Fitch mencatat bahwa Bank Indonesia telah menyediakan likuiditas bagi sistem perbankan sebagai respon atas terjadinya pandemi disertai dengan penurunan suku bunga kebijakan sebesar 100 bps sejak Februari 2020 menjadi 4 persen. Selain kondisi likuiditas yang memadai, Fitch menilai kondisi permodalan sektor perbankan, sebagaimana tercermin pada capital-adequacy ratio, juga masih kuat, yaitu 22,1 persen pada Mei 2020.

Secara khusus, Fitch menyoroti upaya Pemerintah untuk terus mendorong reformasi struktural. Dalam pandangan Fitch, dalam jangka menengah, berbagai upaya reformasi yang ditempuh Pemerintah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi langsung asing.

(lk/*)