Pilkada Serentak: Pemalsuan Dukungan KTP, Pidana!

JurnalPatroliNews-Manado,– Ada hal menarik pada diskusi webinar Pilkada Serentak yang digelar Justitia Societas, Sabtu (4/7/2020). Salah seorang peserta mengaku wilayahnya pernah didatangi tim verifikasi dukungan calon perseorangan. Parahnya, kata peserta ini, banyak KTP penduduk digunakan mendukung salah satu calon perseorangan.

Dosen Kepemiluan FISIP di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Liando langsung merespon kabar itu.

Menurut Ferry Liando, masyarakat yang mengalami kejadian tersebut mesti melaporkan ke Bawaslu.

Apalagi kata Ferry, jika warga memiliki bukti pemalsuan dukungan KTP.

“Setelah melapor, Bawaslu akan melakukan pelimpahan berkas ke kejaksaan dan kepolisian. Itu ada ancaman pidana,” terang Liando, kepada Jurnalpatrolinews.co.id, Senin (6/7/2020).

Ia menegaskan, KPU wajib melakukan pencoretan jika saat verifikasi faktual ditemukan warga yang tidak memberikan dukungan, tetapi pada dokumen di KPU ada.

“Balon yang memanipulasi dokumen seperti itu, tidak cocok menjadi kepala daerah. Karena ingin mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara manipulasi,” tegas Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indoensia (AIPI) ini.

Dijelaskan, sesuai pasal 181 jo 185, 185 A Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, apabila terbukti melakukan pelanggaran manipulasi daftar dukungan, balon perseorangan terancam pidana, penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan.

Tambah Liando, pelaku juga bisa dikenakan denda Rp36 juta dan paling banyak Rp72 juta.

Selain itu, tidak hanya dijerat melalui UU Pilkada, tapi pemalsuan dokumen KTP yang diatur pasal 185 UU nomor 1 tahun 2015.

“Selain sanksi ini, jika pada hasil akhir verifikasi faktual data dukungan belum memenuhi syarat minimal, maka balon wajib mengganti jumlahnya dua kali lipat dari kekurangan itu,” tandasnya.

(Alfrits Semen)

Komentar