Pusaran Korupsi di PT DI, KPK Panggil Eks Staf Ahli Dewan Ketahanan Nasional, Untuk Tersangka Budi Santoso

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Dewan Ketahanan Nasional, Manahan Simorangkir terkait kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (persero) tahun 2007-2017. Manahan dipanggil guna diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut PT DI, Budi Santoso.

“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santoso) kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (28/8/2020).

Mahanan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Dewan Ketahanan Nasional. Selain Manahan, KPK juga memanggil seorang pensiunan TNI AU bernama Cahaya Ginting.

Untuk diketahui, dalam pusaran kasus ini KPK menetapkan Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka. Kedua tersangka itu diduga melakukan korupsi dengan modus membuat kontrak fiktif.

“Mulai Juni 2008 sampai 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia (persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/6).

KPK menyebut selama 2011 sampai 2018, keenam perusahaan mitra/agen itu mendapat pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero) sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta. Kemudian, ada sejumlah pejabat PT DI, termasuk Budi dan Irzal, yang meminta sejumlah uang ke enam mitra/agen tersebut. Total uang yang sudah diterima senilai Rp 96 miliar.

KPK menduga perbuatan tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara dengan Rp 125 miliar. Jika ditotal, kerugian negara dalam kasus itu diduga mencapai Rp 330 miliar. (lk/*)

Komentar