Saksi Ahli : Penangkapan 14 Aktivis KNPB Merauke Ilegal

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Pengadilan Negeri Merauke masih menyidangkan Pra Peradilan kasus penangkapan para aktivis Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Merauke. Pada Kamis (21/1/2021), sidang Pra Peradilan itu memeriksa keterangan saksi ahli hukum pidana Dr Nur Asmarani SH MH. Nur menilai penangkapan 14 aktivis KNPB Merauke ilegal.

Hal itu dinyatakan anggota Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua, Emanuel Gobay selaku kuasa hukum 13 aktivis KNPB Merauke yang mengajukan Pra Peradilan atas penangkapan mereka. “Sidang dengan dengan agenda pembuktian sudah berlangsung sejak Selasa,” kata Gobay melalui siaran pers tertulisnya, Sabtu (23/1/2021).

Menurut Gobay, Selasa (19/1/2021) lalu, hakim tunggal Gang Hariyudo Prakoso SH telah memeriksa alat bukti surat yang diajukan oleh Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku Pemohon Pra Peradilan. Hakim juga memeriksa bukti surat yang diajukan kuasa hukum Kepolisian Resor (Polres) Merauke selaku Termohon.

Pada Rabu (20/1/2021), hakim tunggal telah memerika delapan saksi Pemohon dan seorang saksi Termohon. “Pada Kamis, [sidang Pra Peradilan] dilanjutkan dengan] pemeriksaan tiga saksi yang diajukan Termohon. Sidang [pembuktian] diakhiri dengan pemeriksaan saksi ahli Hukum Acara Pidana yang diajukan oleh Pemohon,” kata Gobay.

Saat diperiksa sebagai saksi ahli, Dr Nur Asmarani SH MH menyatakan penangkapan terhadap 14 aktivis KNPB, termasuk 13 pemohon Pra Peradilan, tidak sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana. Ahli hukum pidana dari Universitas Cenderawasih Jayapura itu menilai penangkapan 14 aktivis KNPB itu ilegal.

“Apabila penangkapan, penyelidikan, penyidikan, pengeledahan dan penyitaan yang dilakukan tanpa didasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka tindakan tersebut ilegal,” kata Nur, sebagaimana dikutip dari siaran pers tertulis Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua.

Saat diperiksa sebagai saksi ahli, Nur menjelaskan bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan secara ilegal tergolong perampasan. Selain itu, penangkapan yang disertai kekerasan fisik dalam dikualifikasi sebagai penyiksaan. Nur menambahkan, tujuan dari perumusan Pra Peradilan dalam Nur juga menambahkan rumusan Pra Peradilan dalam KUHAP bertujuan untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) orang yang berhadapan dengan hukum, dan menghindari perlakuan sewenang-wenang aparat penegak hukum.

“Pra Peradilan dibentuk untuk mengadili persoalan salah tangkap, penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur, dan ganti rugi. Jika pada praktiknya, [jika terjadi] penangkapan [yang] dilakukan tidak sesuai prosedur, maka hakim wajib mengeluarkan orang yang ditangkap,” kata Nur, sebagaimana dikutip dari siaran pers Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua.

Kesimpuan Nur itu didasarkan keterangan saksi Pemohon, yaitu kerabat dari para Pemohon. Saksi itu menyatakan keluarga Pemohon tidak mendapatkan surat penangkapan pada tanggal 13 Desember 2020.

Menurut Gobay, keluarga para aktivis KNPB yang ditangkap tidak mendapatkan surat penangkapan dan penahanan.  “Mereka baru mendapatkan surat penangkapan tanggal 15 Desember 2020. Itupun karena para saksi sebagai keluarga [Pemohon] mendatangi Polres Merauke pada pukul 09.00 WP, untuk meminta surat penangkapan dan penahanan. Surat penangkapan dan penahanan itu akhirnya diberikan pada pukul 19.00 dan pukul 21.00,” kata Gobay.

Gobay yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua itu menyatakan salah satu saksi yang dihadirkan Pemohon juga menerangkan tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan polisi. Penganiayaan itu diduga terjadi pada saat polisi menangkap para aktivis KNPB.

Advokat Perkumpulan Bantuan Hukum Cenderawasih (PBHC), Weltermans Tahulending  SH menyatakan saksi yang dihadirkan Pemohon juga menyatakan penangkapan dan penggeledahan aktivis KNPB itu tidak dihadiri warga, Ketua RT, ataupun kepala kampung setempat. Selain itu, salah satu saksi yang diajuakan Termohon juga mengakui bahwa surat penangkapan penahanan para aktivis KNPB dibuat setelah 14 aktivis itu ditangkap. Surat penangkapan dan penahanan itu baru dibuat saat polisi melakukan gelar perkara.

Selaku kuasa hukum 13 aktivis KNPB itu, Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua yang terdiri para advokat dari LBH Papua, Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Aliansi Demokrasi Papua (AlDP), dan PBHC meminta hakim yang memeriksa Pra Peradilan itu untuk membebaskan para Pemohon. “[Kami] memohon hakim memerintahkan agar para Pemohon segera dikeluarkan dari tahanan,” demikian siaran pers Tim Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua. (jubi)

Komentar