Sama-sama Terima Suap, MAKI Bandingkan dengan Vonis ke Pinangki, Eks Sekretaris MA Divonis 6 Tahun

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun bui serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kecewa atas putusan itu.

“Memang mengecewakan putusan 6 tahun itu. Karena apapun kan kalau berbicara Nurhadi itu apapun sekretaris MA dan dia memanfaatkan jabatan sekretaris itu untuk istilahnya tanda kutip itu melakukan penyimpangan atau mempengaruhi putusan-putusan. Soal istilahnya dia mempengaruhi hakim itu dituruti atau tidak, berhasil atau tidak berhasil, urusan nanti. Tapi dia berusaha memanfaatkan kedudukannya,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Kamis (11/3/2021).

Menurut Boyamin, Nurhadi merupakan orang yang bekerja di lembaga penegak hukum. Ia menilai seharusnya Nurhadi mendapat vonis hukuman di atas 10 tahun penjara.

“Meskipun dia bukan penegak hukum tapi kan dia bekerja di lembaga penegak hukum. Dan itu lah yang mestinya harus dilihat oleh hakim sehingga mestinya putusannya itu di atas 10 tahun,” ujarnya.

Lebih lanjut, Boyamin pun membandingkan vonis Eks Sekretaris MA Nurhadi dengan vonis terhadap Pinangki Sirna Malasari terkait suap di kasus Djoko Tjandra. Ia heran Pinangki mendapat vonis 10 tahun. Sementara, Nurhadi yang dinilai memiliki jabatan lebih berkuasa daripada Pinangki hanya mendapat vonis hukuman 6 tahun.

“Dalam kasus Djoko Tjandra itu Pinangki aja kena 10 kan gitu kan. Itu kan juga suap. Dan suapnya berapa, cuma 5 miliar kan gitu kan, eh sorry 7 miliar gitu kan. Tapi dia kena 10 tahun. Sama-sama nerima suap. Pinangki jabatannya apa, bawah banget dan dia tidak bisa mempengaruhi apa-apa, kan gitu kan,” ujarnya.

“Kalau Nurhadi kan levelnya di pimpinan Mahkamah Agung yang melayani hakim agung hakim agung karena Sekretaris ma gitu kan, mengurusi administrasi dan sebagainya jadi hubungan kedekatannya tuh ada. Tapi kalau Pinangki kan dalam pengertian itu kan pangkatnya rendah hanya coba mempengaruhi pimpinan-pimpinan kan gitu kan dan itu pun belum berhasil,” sambungnya.

Meskipun menyayangkan putusan terhadap Nurhadi, namun Boyamin tetap menghormati keputusan hakim. Di sisi lain, Boyamain setuju dan mendukung sikap jaksa yang akan mengajukan banding.

“Saya tetap menghormati keputusan karena berlaku asas res judicata, kita harus menghormati semua putusan hakim meskipun dianggsp atau dirasakan salah. Jadi ya tetap menghormati putusan itu dan ya saya hanya bisa mendorong jaksa tetap mengajukan banding,” ungkapnya.

Diketahui, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Nurhadi dan Rezky dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa. Nurhadi dituntut oleh jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000. Menyoroti tuntutan tersebut, pengacara terdakwa, Maqdir, menilai tuntutan tersebut merupakan salah satu sikap jaksa penuntut umum melampiaskan rasa ketidaksukaannya kepada terdakwa karena dianggap tidak kooperatif.

Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada KPK langsung menyatakan banding. “Atas putusan majelis hakim tersebut, kami menyatakan banding,” ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (10/3).

(*/lk)

Komentar