Sebaiknya PTPN Beri Ganti Rugi Yang Pantas Ke Habib Rizieq, Ini Pendapat WK Ketum MUI

JurnalPatroliNews – Jakarta, Permintaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII agar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) mengembalikan lahan Hak Guna Usaha (HGU) mereka yang dijadikan tempat Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah berdiri, terus menuai polemik di publik.

Pengamat sosial, ekonomi, dan keagamaan Anwar Abbas bahkan menjelaskan mengenai substansi kepemilikan tanah. Di mana pada 2 September 1949, Wakil Presiden Bung Hatta pernah menyampaikan keterangan pemerintah kepada Badan Pekerja KNIP.

Pernyataan itu berisi penegasan bahwa milik tanah dalam republik Indonesia berarti menerima suatu kewajibn terhadap produksi dengan pedoman menghasilkan sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat.

“Tanah milik yang terlantar tidak dikerjakan berarti suatu keteledoran terhadap masyarakat dan hak miliknya itu harus diambil oleh negara,” ujar wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada wartawan, Minggu (27/12).

Sementara menanggapi kasus tanah atau lahan milik markas Syariah yang dikelola Habib Rizieq Shihab, Anwar Abbas menjelaskan bahwa lahan dan tanah tersebut memang berasal dari HGU PTPN VIII.

Tetapi pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkan lahan itu dan telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat. Oleh masyarakat tanah kemudian dipergunakan untuk kepentingan pertanian.

Anwar melanjutkan, Habib Rizieq membeli tanah dan lahan tersebut dari petani untuk mendirikan pesantren. Sementara tujuan dari pendirian pesantren tersebut adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Secara konstitusional tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah terletak di pundak negara dan pemerintah,” katanya.

Menurutnya, Habib Rizieq atau yayasan yang dipimpinnya di atas tanah tersebut telah melaksanakan dua hal yang diamanati oleh negara. Pertama HRS telah memproduktifkan lahan tersebut jadi berarti. Dalam hal ini, HRS sudah ikut membantu menegakkan ketentuan negara/pemerintah.

Kedua, HRS telah membantu tugas pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kini yang menjadi masalah adalah PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut akan mengambil kembali tanah itu.

“Saya rasa boleh-boleh dan sah-sah saja PTPN melakukan hal demikian. Cuma yang menjadi masalah HRS sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu yang dia himpun dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri,” bebernya.

“Untuk itu, tentu etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan HRS tersebut dengan ganti rugi yang pantas,” tandasnya.

(*/lk)

Komentar