Selain 8 Sepeda, KPK Sita Rp 4 M dari Rumah Dinas Edhy Prabowo

JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Dari hasil penggeledahan itu, KPK mengamankan 8 unit sepeda yang diduga hasil penerimaan suap dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.

“Pada penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya diduga berasal dari penerimaan uang suap,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (3/12/2020).

Selain itu, KPK juga turut mengamankan mata uang rupiah dan mata uang asing senilai Rp 4 miliar. Ali menyebut penyidik akan segera menganalisa barang yang diamankan tersebut untuk bisa disita sebagai alat bukti.

“Ditemukan juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar. Tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini,” ungkap Ali.

Diketahui, Penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Edhy Prabowo tadi malam. Tim KPK membawa 5 koper hingga 8 unit sepeda dari rumah dinas Edhy Prabowo.

Pantauan detikcom, Rabu (2/12) tim KPK meninggalkan rumah dinas Edhy Prabowo sekitar pukul 23.30 WIB. Terlihat penyidik memasukan 8 unit sepeda dalam mobil berwarna putih dengan logo KPK. Sementara, 5 buah koper dimasukkan ke mobil lainnya.

Namun belum diketahui apa saja merek 8 sepeda yang dibawa tim KPK. Selain itu, tim KPK juga terlihat membawa kotak kayu.

Setelah itu, para penyidik langsung masuk ke mobil. Mereka meninggalkan rumah dinas Edhy Prabowo setelah melakukan penggeledahan kurang lebih 7 jam.

Penyidik KPK Novel Baswedan juga ikut dalam penggeledahan di rumah dinas Edhy Prabowo itu. Namun Novel terlebih dahulu meninggalkan rumah dinas Edhy Prabowo.

Dalam kasus ini, sudah ditetapkan 7 tersangka, yaitu:

Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DPP.

Kasus bermula setelah Edhy Prabowomenerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster. Andreau Pribadi Misata (APM) selaku staf khusus menteri ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga staf khusus menteri, menjabat wakil ketua pelaksana.

“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” ujar Nawawi.

Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Suharjito menyambangi kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benur hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. PT DPP diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.

“Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas AMR dan ABT, yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar,” ujar Nawawi.

Pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang ke salah satu rekening atas nama Ainul Faqih selaku staf istri Menteri Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, senilai Rp 3,4 M. Uang tersebut diduga diperuntukkan buat keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan Andreau Pribadi dengan rincian sebagai berikut:

1. Penggunaan belanja oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati pada 21-23 November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV serta baju Old Navy.
2. Uang dalam bentuk USD 100 ribu dari Suharjito yang diterima Safri dan Amiril Mukminin.
3. Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp 436 juta.

(dtk)

Komentar