Sindikat Pekerja Migran Indonesia

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Sejak 1 Januari 2020 – 15 Maret 2021 BP2MI telah menangani 178.000 pekerja migran Indonesia yang kembali ke tanah air. Mereka merupakan pekerja yang telah habis kontrak, dipulangkan terkait pandemi dan sejumlah alasan lain.

Para PMI juga mengalami persoalan penempatan dalam masa pandemi ini. Setelah membuka kanal aduan sepanjang tahun ini, SBMI mencatat 643 kasus masuk. 75,74 persen menunjukkan penempatan yang non-prosedural. Sementara, kebanyakan kasus dialami perempuan. Persentasenya mencapai 53,6 persen, sedangkan laki-laki 46,35 persen.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) kini sedang berhadapan dengan sindikat penempatan pekerja migran ilegal. Tak bisa dipungkiri, praktik mafia atau calo penempatan pekerja migran tumbuh subur karena adanya permintaan yang tinggi untuk mencari peluang kerja yang lebih baik di luar negeri. Akan tetapi, konsekuensinya adalah, pekerja ilegal ini akan berada di luar radar perlindungan negara, karena negara tidak tahu mereka berasal darimana saja, bekerja di mana dan sebagai apa.

Terkait isu ini, kondisi PMI justru lebih mengalami kerentanan dengan situasi kerja yang lebih buruk. Faktor-faktor seperti beban kerja yang semakin berat, pemotongan upah, tidak ada hari libur, dan sulit untuk berkumpul terutama berorganisasi, sering dialami oleh pekerja migran.

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani dalam diskusi Mafia Pekerja Migran Indonesia di Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) pada Sabtu, 17 April 2021, mengungkap masih adanya praktik sindikat pekerja migran.

Petrus Selestinus, praktisi hukum yang hadir dalam diskusi mengatakan pemberantasan sindikat pekerja migran belum diterapkan secara maksimal. Anggota sindikat yang ditangkap baru pelaku di lapangan sementara otak di balik sindikat belum tersentuh.

Sementara wartawan senior dan Anggota Dewan Pengarah BPIP, Rikard Bagun mengatakan regulasi atau peraturan terkait pekerja migran seharusnya mampu melindungi PMI dari jebakan sindikat, namun kenyataannya berbeda. Penegakan hukum belum mampu melindungi pekerja migran dari sindikat pekerja migran.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut pengiriman pekerja migran ilegal sebagai bisnis kotor yang sangat menggiurkan. Sindikat pekerja migran bergerilya menjaring calon korban hingga ke pelosok daerah. Masyarakat diiming-imingi gaji besar dan berbagai kemudahan untuk menjadi pekerja ilegal.

“Satu PMI yang diberangkatkan secara ilegal, mereka bisa mendapatkan Rp20 juta,” ungkap Benny. Sindikat itu dikendalikan oleh segelintir orang dengan backing oknum yang memiliki atribut kekuasaan, baik dari pihak swasta maupun oknum aparat negara.

Di lain pihak, negara pada akhirnya ikut terseret dalam masalah ini, karena buruh migran illegal ini sejatinya adalah warga Indonesia juga. Sehingga walaupun status mereka tidak terdaftar, negara tetap harus menjamin adanya perlindungan hukum.

Praktik mafia pekerja migran merupakan masalah sangat serius di mana negara harus hadir dan memberikan perlindungan bagi warganya.

Budayawan Romo Benny Susetyo mengungkap pemberantasan sindikat pekerja migran menjadi kebutuhan yang harus segera dilakukan untuk membangun kesadaran publik. Romo Benny sepakat agar pemerintah memperkuat BP2MI sebagai alat negara untuk melindungi warganya yang bekerja di luar negeri.

“Lembaganya dibawah presiden dan dilepaskan dari kementerian tenaga kerja. Serta diberi anggaran yang cukup untuk memperkuat perlindungan tenaga kerja karena ini adalah aktualisasi Pancasila sila kedua dan kelima,”kata Romo Benny.

Harapan pekerja migran memiliki kehidupan lebih baik kadang tak seindah yang dibayangkan. Apalagi jika mereka menjadi pekerja migran illegal tanpa ada perlindungan dari negara.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut salah satu korban mafia bernama Sugiyem, asal Pati Jawa Tengah yang mengalami derita tragis. Perempuan itu kehilangan kedua matanya serta kulitnya melepuh akibat disetrika oleh majikannya.

“Kejahatan kemanusiaan ini harus diakhiri jika kita ingin menjadi para pendosa di hadapan Tuhan. Suatu saat kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita lakukan,”ucapnya.

(Rumah Kebudayaan Nusantara)

Komentar