Soal Revisi UU ITE, Pangi Syarwi: Semoga Presiden Tidak Basa-basi

JurnalPatroliNews – Jakarta, Tututan masyarakat agar pemerintah dan DPR merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) semakin menguat, khususnya setelah Indeks demokrasi Indonesia pada tahun 2020 tercatat turun, berdasarkan versi The Economist Intelligence Unit (EIU).

Dalam laporannya, EIU mencatat skor 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme; 7,50 untuk fungsi dan kinerja pemerintah; 6,11 untuk partipasi politik; 4,38 untuk budaya politik; dan 5,59 untuk skor kebebasan sipil.

Secara umum, skor demokrasi Indonesia turun dari 6.48 menjadi 6.3 pada tahun 2020 kemarin. Dari skor itu, demokrasi RI bertengger diperingkat ke-64 dengan angka yang terendah selama 14 tahun belakangan.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menjadi salah satu yang menyayangkan kualitas demokrasi Indonesia dianggap menurun oleh lembaga internasional.

Dia menyarankan agar langkah-langkah perbaikan pembangunan demokrasi Indonesia bisa segera dikerjakan pemerintah. Salah satu yang Pangi singgung adalah mengenai revisi UU ITE yang diwacanakan Presiden Joko Widodo.

“Kita sangat berharap wacana presiden merevisi UU ITE tidak hanya sekedar basa-basi politik semata, tapi bisa segera presiden intervensi, ditindaklanjuti oleh partai politik sesuai keinginan presiden di DPR,” ujar Pangi kepada rekan media, Selasa (23/2).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini yakin Jokowi bisa mengintervensi kebijakan revisi UU ITE. Sebabnya, soal jadwal Pilkada pun Kepala Negara bisa mengambil sikap yang tegas, yaitu diselenggarakan pada November 2024 sesuai UU 10/2016 tentang Pilkada.

“Sebagaimana presiden bisa intervensi pilkada di tunda 2024 lewat kaki tangan tokoh sentral ketua umum partai politik. Logikanya, revisi UU ITE mestinya juga bisa,” kata Pangi.

“Kalau ada yang menolak, presiden harusnya bisa mengatasi masalah tersebut. Sebab presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang punya legitimasi, kekuasaan dan pengaruh yang cukup kuat dalam desain sistem presidensial Indonesia,” tandasnya.

(*/lk)

Komentar