Taiwan Memanas! Jepang Minta Biden Segalak Trump Lawan China

JurnalPatroliNews – Jakarta, Seorang pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Jepang mendesak Presiden terpilih AS Joe Biden untuk lebih kuat lagi dalam mendukung Taiwan dalam menghadapi China yang kian agresif, yang membuat keamanan pulau tersebut dikategorikan masuk “garis merah”.

“Kami khawatir China akan memperluas sikap agresifnya ke wilayah lain selain Hong Kong. Saya pikir salah satu target berikutnya, atau yang dikhawatirkan semua orang, adalah Taiwan,” kata Wakil Menteri Pertahanan Jepang Yasuhide Nakayama kepada Reuters, dikutip Sabtu (26/12).

Dalam sebuah wawancara, Nakayama, mendesak Biden untuk mengambil sikap yang sama di Taiwan seperti sikap Presiden AS Donald Trump yang mau secara signifikan meningkatkan penjualan militer ke pulau yang diklaim China dan meningkatkan keterlibatan AS di sana.

Keterlibatan Jepang dengan Taiwan juga berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir pada basis kerja sama non-pemerintahan.

Tokyo mempertahankan kebijakan “satu China”, dengan hati-hati menyeimbangkan hubungannya dengan raksasa tetangga China itu dan menjalin sekutu militer lamanya di Washington.

Jepang berbagi kepentingan strategis dengan Taiwan, yang terletak di jalur laut yang dilalui banyak pasokan energi dan arus perdagangan Jepang.

Foto: AP/Raad Adayleh
In this photo taken Friday, Jan. 23, 2015, Yasuhide Nakayama, a Japanese deputy foreign minister, talks to media in Amman, Jordan. Japan promised Saturday not to give up “until the very end” on efforts to rescue two Japanese hostages threatened with beheading by Islamic militants demanding a $200 million ransom, after a deadline passed with no word from the captors. (AP Photo/Raad Adayleh)

“Sejauh ini, saya belum melihat kebijakan yang jelas atau pengumuman tentang Taiwan dari Joe Biden. Saya ingin mendengarnya secepatnya, kemudian kita juga bisa mempersiapkan tanggapan kita di Taiwan sesuai dengan itu,” kata Nakayama.

Selama kampanye Pilpres AS melawan Donald Trump, Biden menyerukan penguatan hubungan dengan Taiwan dan “negara demokrasi yang berpikiran sama”, AS maksudnya.

Biden, dalam beberapa dekade lalu ketika masih menjabat sebagai senator, juga mempertanyakan apakah AS memiliki “kewajiban” untuk membela Taiwan.

Tetapi banyak di lingkaran kebijakan luar negerinya mengakui bahwa AS wajib ‘membela’ Taiwan ketika China yang bangkit dan menjadi otoriter, lebih tegas dan berusaha membentuk institusi global.

Seorang pejabat di tim transisi Biden mengatakan presiden terpilih AS percaya bahwa dukungan Washington untuk Taiwan “harus tetap kuat, berprinsip, dan bipartisan.”

“Begitu menjabat, dia akan terus mendukung penyelesaian damai masalah lintas selat yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan terbaik rakyat Taiwan,” kata pejabat itu.

Beijing marah dengan meningkatnya dukungan AS untuk Taiwan, termasuk penjualan senjata dan kunjungan pejabat senior AS ke Taipei, yang semakin memperburuk hubungan China-AS yang sudah buruk.

China menganggap Taiwan yang dikelola secara demokratis sebagai salah satu provinsinya dan tidak pernah meninggalkan penggunaan kekerasan untuk membawanya di bawah kendali Beijing.

“Taiwan adalah urusan internal China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada Jumat.

“Kami dengan tegas menentang campur tangan dalam urusan internal China oleh negara mana pun atau siapa pun dengan cara apa pun.”

Di Taipei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Joanne Ou mencatat dukungan bipartisan AS yang kuat untuk Taiwan berdasarkan “bahasa bersama” dalam kebebasan dan demokrasi.

“Taiwan berharap dapat bekerjasama dengan tim Biden, untuk terus meningkatkan Taiwan-AS. hubungan atas dasar persahabatan yang kokoh, “ujarnya.

Pejabat AS di Tokyo tidak dapat dihubungi karena kedutaan ditutup untuk Natal.

“Ada garis merah di Asia-China dan Taiwan,” kata Nakayama. Dia mengutip istilah garis merah yang dinyatakan mantan Presiden Barack Obama terkait dengan penggunaan senjata kimia di Suriah-garis yang kemudian dilintasi Damaskus.

Biden adalah Wakil Presiden AS era Obama pada periode dari 2009 hingga 2017 serta Senator senior dari Delaware dari 1973 hingga 2009.

“Bagaimana reaksi Joe Biden di Gedung Putih jika China melewati garis merah ini?” kata Nakayama.

“AS adalah pemimpin negara demokrasi. Saya memiliki perasaan yang kuat untuk mengatakan: Amerika, jadilah kuat!”

Jet tempur China dalam beberapa bulan terakhir telah melakukan gelombang serangan, termasuk melintasi garis tengah sensitif antara China dan Taiwan, meningkatkan taktik tekanan untuk mengikis keinginan Taiwan untuk melawan, kata mantan perwira senior Taiwan dan AS.

Taiwan mengerahkan angkatan laut dan udaranya pada Minggu ketika kelompok kapal induk China yang dipimpin oleh kapal induk terbaru negara itu berlayar melalui Selat Taiwan, sehari setelah kapal perang AS transit di jalur air yang sama.

Sebelumnya, Taiwan mulai membangun armada kapal selam canggih untuk lebih meningkatkan kemampuan pertahanannya, langkah yang menurut para analis dapat mempersulit rencana militer China yang berpotensi menyerang pulau itu atau memasang blokade angkatan laut.

Dikutip CNN, konstruksi kapal selam pertama dari delapan kapal selam baru dimulai pada November lalu di sebuah fasilitas di kota pelabuhan selatan Kaohsiung. Kapal selam pertama diharapkan memulai uji coba laut pada tahun 2025.

Pada upacara yang menandai dimulainya program tersebut, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyebut pencapaian itu adalah sebuah “tonggak bersejarah” yang “menunjukkan keinginan kuat Taiwan kepada dunia.”

Beijing mengklaim kedaulatan penuh atas Taiwan, negara demokrasi dengan hampir 24 juta penduduk yang terletak di lepas pantai tenggara daratan China, terlepas dari kenyataan bahwa kedua belah pihak telah menjalankan pemerintahan terpisah selama lebih dari 7 dekade.

Presiden China Xi Jinping telah berjanji bahwa Beijing tidak akan pernah membiarkan pulau itu merdeka dan menolak mengesampingkan penggunaan kekuatan jika perlu.

Tapi Tsai membantahnya, dengan mengatakan Taiwan berada di garis depan dalam “membela demokrasi dari agresi otoriter” di Asia.

(cnbc)

Komentar