TAPOL Sebut Teroris Menyerang Warga Sipil, Tidak Seperti OPM

Jurnalpatrolinews – Jayapura : TAPOL mengecam keras usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mengkategorikan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi teroris.

Menurut TAPOL, langkah yang diambil BNPT itu akan mengarah pada meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia yang lebih serius di Papua Barat.

Berkaitan dengan itu tulis TAPOL melalui press releasenya pada 31 Maret 2020 itu mengatakan, Detasemen 88 atau Densus 88, unit anti-terorisme di Indonesia, yang menerima pelatihan dan peralatan dari Amerika Serikat dan Australia telah banyak dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia. Karena tindakannya yang terkenal kejam dan tidak proporsional, serta tindakannya yang bertindak dengan impunitas.

Satu dekade lalu, Detasemen 88 dikerahkan untuk menyerang kelompok pro-kemerdekaan yang damai.

Tuduhan [Terorisme] berbahaya dibuat terhadap kelompok-kelompok ini [OPM], seperti membuat dan memiliki bom untuk pembenaran penggrebekan sewenang-wenang yang agresif, penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan.

Seperti Musa Mako Tabuni, seorang pemimpin politik non-kekerasan dan damai di Papua Barat yang terkenal itu dibunuh di siang hari oleh Detasemen 88 pada tahun 2012.

Sebenarnya kata TAPOL, Teroris adalah mereka yang menyerang warga sipil untuk menanamkan ketakutan pada penduduk. Sementara, OPM bertanggung jawab atas sejumlah kecil kematian warga dibandingkan dengan pasukan keamanan Indonesia.

Berdasarkan laporan yang diterima TAPOL, sebagian besar dari puluhan ribu warga sipil asli Papua yang mengungsi akibat konflik bersenjata meninggalkan rumah mereka karena takut akan pembalasan oleh aparat keamanan Indonesia.

Oleh karena itu, ketika menyebut OPM sebagai organisasi teroris maka hanya akan memberikan lebih banyak kekuatan kepada pasukan keamanan negara untuk melakukan lebih banyak pelanggaran HAM berat di Papua Barat, dengan impunitas.

Label tersebut juga akan semakin menstigmatisasi orang-orang Papua Barat yang telah menjadi sasaran rasisme yang dilembagakan dan sistemik di Indonesia.

“Label teroris tidak hanya memperburuk situasi hak asasi manusia, tetapi juga akan mengurangi kemungkinan penyelesaian damai konflik bersenjata, antara Jakarta dan Papua Barat.”

“Sejak pengajuan proposal [pelabelan OPM sebagai teroris] itu diajukan minggu lalu, beberapa kelompok non-kekerasan di Papua Barat telah menyatakan bahwa militer dan polisi Indonesia yang adalah sebagai teroris.”

“TAPOL telah mengadvokasi penyelesaian damai konflik politik dan bersenjata di Papua Barat. Kami menyadari bahwa OPM, atau dikenal sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) adalah salah satu tentara pembebasan nasional yang berumur paling tertua di dunia, yang berperang melawan penjajahan.

Oleh karena itu, ia harus menjadi bagian dari solusi politik, bukan solusi militer, yang tidak dapat dicapai oleh kelompok teroris.

(Suara Papua)

 

Komentar