Tetap Dibui Seumur Hidup, MA Tolak Permohonan  PK Brigjen Teddy Koruptor Dana Alutsista

JurnalPatroliNews – Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Brigjen Teddy Hernayadi. Alhasil, Teddy tetap dipenjara seumur hidup karena terlibat korupsi alutsista 2010-2014, dari pembelian F-16 hingga helikopter Apache.

“Tolak,” demikian bunyi amar singkat putusan PK yang dilansir website MA, Senin (9/11/2020).

Permohonan PK Teddy terdaftar dengan nomor 11 PK/Mil/2020. PK Teddy diadili oleh ketua majelis Suhadi dengan anggota Andi Abu Ayyub Saleh dan Hidayat Manao. Vonis itu diketok pada 22 Oktober 2020.

Sebagaimana diketahui, jabatan terakhir Teddy adalah Direktur Keuangan TNI AD/Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan.

Belakangan terungkap, Teddy terlibat korupsi anggaran alutsista 2010-2014. Seperti pembelian jet tempur F-16 dan helikopter Apache. Pimpinan TNI kemudian menyelidiki kasus itu dan mendudukkan Teddy di kursi pesakitan.

Di persidangan, terungkap bahwa APBN yang masuk ke Kemhan mampir dulu ke kantongnya, puluhan miliar rupiah di antaranya raib. Sebagai bendahara, Teddy  memiliki tugas mengelola dana devisa yang dikeluarkan APBN di Kemhan dan dana-dana dari kegiatan-kegiatan yang sudah selesai dipertanggungjawabkan, tapi secara nyata kegiatan tersebut belum selesai.

Selama satu tahun menjabat Kabidlakbia merangkap Bendahara Khusus Bialugri (Devisa) Pusku Kemhan RI, Teddy menerima uang APBN dari Dirjen Renhan sebesar Rp 5,4 triliun. Uang itu seharusnya digunakan untuk pengadaan belanja barang dan belanja modal yang menggunakan devisa sesuai dengan Surat Keputusan Otorisasi Menteri (SKOM) Pertahanan.

“Oleh staf Bialugri atas perintah terdakwa, uang tersebut ditukarkan ke dalam mata uang asing, seperti USD, AUD, EUR, GBP, dan SGD, sesuai dengan kebutuhan, lalu disimpan dalam rekening penampungan atas nama terdakwa untuk setoran jaminan LC (letter of credit) Bialugri Pusku Kemhan setelah dana devisa berada di rekening Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Mandiri. Atas kebijakan terdakwa sendiri tanpa mengindahkan ketentuan perundang-undangan, terdakwa mengeluarkan untuk kepentingan lain di luar tugas pokok dan fungsinya yang tidak sesuai peruntukannya,” papar majelis.

Selain itu, Teddy memberikan pinjaman kepada pihak ketiga atau rekanan, yakni melalui PT Medal Alamsari (MAS) sebesar USD 11 juta. Teddy sendiri ingin mendirikan perusahaan untuk membantu rekanan. Namun, karena terbentur aturan, akhirnya ditunjuklah PT MAS milik Dedi Hidayat untuk mendistribusikan dana kepada rekanan yang sesuai rekomendasinya.

“Dedi menyetujui perusahaannya digunakan untuk menyalurkan dana dari Falcon untuk diberikan kepada rekanan yang dikirimkan ke rekening PT MAS melalui Bank HSBC di London,” imbuh Deddy.

Direktur PT MAS kemudian membuat perjanjian kerja sama pembiayaan dengan rekanan yang sudah mendapat kontrak di lingkungan TNI, baik AD, AU, maupun AL. PT MAS selaku pemberi uang memberi rekanan sebesar 85 persen dari nilai total kontrak.

Singkat cerita, Dedi mengajukan permohonan LC ke bank. Teddy memberikan surat kuasa kepada pimpinan Bank BNI KCU Menteng dan Bank BRI Cab Kramat, Jakarta, untuk memblokir dana USD di rekening Bendahara Khusus Bialugri sebagai jaminan pembukaan LC oleh PT MAS.

“Setelah proses dokumentasi LC, Falcon melakukan transfer dana ke PT MAS dipotong biaya finansial Falcon. Selanjutnya PT MAS mentransfer lagi dana tersebut ke rekening rekanan atau supplier sebanyak 24 rekanan,” paparnya.

Teddy kembali memberikan pinjaman kepada rekanan yang melaksanakan pekerjaan pembelian barang dan jasa di lingkungan TNI dan Kemhan yang penyalurannya dilakukan sendiri dalam bentuk cost collateral credit (C3). Uang yang dikeluarkannya mencapai USD 6 juta dengan rekening milik bendahara Khusus Bialugri.

“Selanjutnya, setelah mendapat pelunasan kontrak dari pihak pembeli, rekanan mengembalikan pinjaman kepada PT MAS dan ada yang mengembalikan langsung kepada Brigjen TNI Teddy atas permintaan dari terdakwa,” katanya.

Atas perbuatannya, Teddy telah mengeluarkan keseluruhan uang dari rekening bendahara sebesar USD 18 juta. Jenderal bintang satu itu juga mengambil persen dari pinjaman yang diberikan kepada rekanan.

“Uang itu juga telah dikembalikan oleh rekanan ke rekening pribadi terdakwa. Dan ada juga sebagian rekanan mengembalikan langsung ke rekening Bendahara Khusus Bialugri (Devisa) Pusku Kemhan, sedangkan sebagian lagi belum kembali atau masih berada pada rekanan,” pungkasnya.

(*/lk)

Komentar