Tingkat Daya Beli Bermasalah, Ini Pertanda RI Belum Bebas Resesi Semakin Jelas!

Jurnalpatrolinews – Jakarta : Satu lagi bukti terpampang nyata bahwa ekonomi Indonesia masih dilanda prahara. Sepertinya Indonesia belum bisa keluar dari jerat resesi ekonomi dalam waktu dekat.

Hari ini, Bank Indonesia (BI) mengumumkan data penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR). Pada November 2020, penjualan ritel anjlok 16,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang -14,9% YoY.

Ini membuat penjualan ritel terus berada di zona kontraksi (pertumbuhan negatif) dalam 12 bulan beruntun. Bahkan sejak Oktober 2020, laju kontraksinya semakin parah.

Lebih menyedihkan lagi, penjualan ritel pada Desember 2020 diperkirakan semakin ambles. BI ‘meramal’ IPR Desember 2020 tumbuh -20,7% YoY.

Dengan demikian, penjualan ritel sepanjang kuartal IV-2020 diperkirakan ambrol 17,3% YoY. Lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang -10,1% YoY.

Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa daya beli rakyat Indonesia masih bermasalah. Kemarin, BI merilis hasil Survei Konsumen periode Desember 2020 yang hasilnya belum memuaskan.

Pada Desember 2020, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat 96,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 92.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka artinya konsumen belum sepenuhnya percaya diri mengarungi perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan.

Dua data ini memberi gambaran bahwa konsumsi rumah tangga masih ‘sakit’. Padahal konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran dengan kontribusi lebih dari 50%.

Pada kuartal II dan III-2020, konsumsi rumah tangga masing-masing tumbuh -5,52% YoY dan -4,04% YoY. Melihat IKK dan penjualan ritel yang masih nyungsep, sepertinya sulit untuk membalikkan itu menjadi positif pada kuartal IV-2020.

Dengan peranannya yang begitu besar, konsumsi rumah tangga yang terkontraksi langsung membawa PDB secara keseluruhan ke zona negatif. Kontraksi PDB dalam dua kuartal beruntun adalah definisi dari resesi ekonomi.

Kalau benar konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2020 masih tumbuh negatif (kemungkinan besar demikian), maka rasanya pertumbuhan ekonomi Ibu Pertiwi pun bakal minus. Artinya, Indonesia akan lebih lama terjebak di ‘jurang’ resesi.

Prospek pada kuartal I-2021 pun tidak cerah-cerah amat. Ingat, pemerintah kembali mengetatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat di beberapa daerah Jawa-Bali pada 11-25 Januari 2021. Ini sama saja dengan mengerem laju roda ekonomi, meski tujuannya mulia yaitu menyelamatkan jutaan nyawa dari ancaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Perlu dicatat pula, PDB Indonesia pada kuartal I-2020 masih tumbuh positif meski seadanya. Oleh karena itu, agak sulit untuk membuat PDB kuartal I-2020 mengulangi pencapaian serupa. Semoga salah ya…

(*/red)

Komentar