Tolak Perpanjangan Otsus Papua, Warga Manokwari Usung Peti Mati

Jurnalpatrolinews – Manokwari :  Ratusan warga asli Papua di Manokwari, Papua Barat turun ke jalan mengusung sebuah peti hitam bertuliskan ‘Otsus Mati’ sebagai simbol kegagalan Otonomi Khusus (Otsus) di daerah itu. Aksi protes itupun berujung pada penandatanganan petisi penolakan perpanjangan Otsus Papua yang akan berakhir pada 2021 mendatang.

Koordinator aksi, Markus Yenu, mengatakan berjalannya Otsus Papua selama 20 tahun [2001-2021], tidak ada manfaat langsung yang dirasakan rakyat kecil di Tanah Papua yang sesungguhnya adalah objek tujuan Otsus Papua.

“Jangan kaget kalau orang Papua teriak minta merdeka. Artinya, ada masalah yang  belum diselesaikan ataupun tersentuh Otsus selama 20 tahun (ini),” kata Yenu dalam orasinya, di Jalan Yos Sudarso Sanggeng Manokwari-Papua Barat, Kamis (30/7/2020) .

Yenu juga mendesak aparat penegak hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk melakukan audit total terhadap ratusan triliun rupiah yang telah digelontorkan ke Papua dan Papua Barat dalam paket otonomi khusus. Menurut Yenu, elit birokrasi di Pemerintahan Papua Barat harus diperiksa karena dalam setiap kebijakan dan penggunaan uang Otsus Papua belum menyentuh masalah dasar, seperti pendidikan dan kesehatan.

“Selain Otsus, ada pula Dana Tambahan Infrastruktur (DTI), tetapi yang tampak selama ini infrastruktur di Papua Barat lambat, bahkan tidak ada pemerataan afirmasi untuk biaya pendidikan dan kesehatan bagi orang asli Papua. Kami minta tim penyidik KPK dan kepolisian untuk memeriksan para pejabat pemerintah di Papua Barat, karena mereka adalah aktor dibalik kegagalan Otsus Papua yang kini di ujung tanduk,” ujar Yenu.

Aksi tersebut tidak berlangsung lama, setelah aparat kepolisian setempat menambah jumlah anggota yang melakukan pengamanan serta melakukan negosiasi dengan koordinator aksi, sehingga peserta aksi pun membubarkan diri dengan tertib.

Kapolres Manokwari, AKBP Dadang Kurniawan, mengatakan aksi warga untuk menolak Otsus adalah bagian hak menyampaikan pendapat di muka umum, asal tetap dalam ruang demokrasi tanpa anarkis.

“Tugas kami hanya menjamin keamanan, tak lebih dari itu. Silakan saja menyampaikan pendapat di ruang publik, asal sesuai aturan dan hukum yang berlaku dan tidak anarkis,” ujar Dadang saat memantau langung ke lokasi aksi. (jubi)

 

Komentar