ULMWP Diusulkan Dalam Evaluasi Otsus

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Proses evaluasi otonomi khusus (Otsus) yang nantinya akan dilakukan dalam wadah Rapat Dengar Pendapat (RDP) makin menarik. Jika sebelumnya ada anggota DPR Papua yang menyampaikan untuk Pansus dihapus dan dihandel langsung oleh lembaga dengan pertimbangan beban dan tanggung jawab yang tidak ringan.

Ada juga tekanan-tekanan dari kelompok tertentu yang meminta Pansus dibubarkan karena kelompok tersebut lebih memilih referendum. Kkini informasi lain muncul yang masih berkaitan dengan agenda Pansus.

Informasi tersebut adalah adanya kelompok yang meminta ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) atau kelompok yang selama ini memperjuangkan kemerdekaan Papua secara politik dari luar negeri.

Kelompok ini selalu bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini tak ditampik oleh Ketua Pansus Otsus, Thomas Sondegau yang membenarkan jika ada usulan agar ULMWP dilibatkan dalam evaluasi Otsus ini.

“Untuk pastinya itu belum jelas dan belum ada perkembangan berikutnya. ULMWP ini muncul karena ada kelompok oposisi yang usulkan. Namun kami akan lihat siapa yang akan melakukan komunikasi dengan mereka selanjutnya,” kata Thomas.

Disini Thomas menyampaikan bahwa pendapat dari kelompok manapun bisa didengar sebagai masukan termasuk ULMWP. “Saya pikir pendapat mereka juga perlu didengar,” katanya.

Namun terlepas dari itu, tekanan dan ancaman terhadap Pansus hingga kini belum berhenti. “Kalau ancaman saya pikir ini handphone saya tidak pernah berhenti soal itu. Selalu ada dan banyak sekali tapi kami jalan dengan aturan main jadi tidak bisa serta merta dihentikan,” tegasnya.

Agenda rapat – rapat di Jayapura nampaknya sudah mulai dikurangi oleh Tim Pansus Otsus DPR Papua dan telah menemukan kata sepakat.

Dari kesepakatan itulah tim Pansus Otsus bertolak ke Jakarta untuk menemui pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri guna melakukan koordinasi. Pansus Otsus berharap pembahasan soal Otsus Papua di Prolegnas tidak terburu – buru mengingat di Papua baru akan dibahas melalui RDP.

Meski kabarnya baru akan dilakukan pada Oktober mendatang namun Pansus Otsus berpendapat bahwa pemerintah pusat harus menerima aspirasi dari masyarakat akar rumput sebelum dijaukan dalam Prolegnas. “Saya dan teman – teman baru bertolak dari Bali menuju Jakarta dan ini akan kami bahas soal poin – poin yang telah menjadi catatan DPRP maupun MRP,” kata Thomas.

Thomas menyampaikan bahwa pihaknya ingin menyampaikan kepada pemerintah pusat bahwa Papua masih akan membuka ruang lebih dulu lewat rapat dengar pendapat dan selanjutnya dievaluasi.

“Yang ikut terlibat adalah seluruh anggota Pansus bersama ketua fraksi. Ada sekira 13 orang bersama unsur pimpinan di dalamnya,” bebernya.

Pansus juga akan menyampaikan bahwa pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat masih menelaah pasal mana yang dianggap perlu diperhatikan dan satu poin yang dianggap penting yang diinginkan pemerintah Papua adalah kewenangan. Sebab hingga kini setelah Otsus berlaku ternyata hanya peraturan pemerintah terkait MRP yang baru dihasilkan, selain itu tak ada.

“Jangan hanya merubah pasal 34 tapi dan kami lebih memilih kewenangan. Sebab 20 tahun berjalan ternyata hanya peraturan pemerintah tentang MRP yang dihasilkan. Saya pikir rakyat tak meminta uang tapi kewenangan,” tuturnya.

“Kami minta pemerintah pusat jangan bahas UU No 21 pasal 34 saja tapi lihat seluruhnya. Prolegnas sendiri rencananya akan dibahas Oktober 2020 dan sesuai atturan aspirasi itu harus datang dari daerah ke pusat dan bukan sebaliknya. Untuk hasilnya ke depan akan kami sampaikan berikutnya,” tutup Thomas.

Sementara itu salah satu anggota DPR Papua lainnya, Orgenes Kawai menyampaikan bahwa saat ini waktu untuk pembahasan juga terbatas sehingga perlu segera diseriusi. Orgenes berpendapat bahwa jika menyampaikan aspirasi atau berbicara karena kepentingan politik sesaat maka Tuhan tidak akan pernah menjawab. Tapi kalau memang niatnya baik maka Tuhan akan menjawab.

“Harus setia dulu agar Tuhan menjawab semua doa. Selain itu harus berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan orang lain. Jangan usaha menjaring angin yang akhirnya stres sendiri,” imbuhnya.

Secara terpisah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TNPPB) menegaskan jika PBB tidak memberikan penentuan nasib sendiri pada sidang umum PBB tahun ini, TNPPB mengancam akan melakukan perang gerilya dengan pemerintah Indonesia untuk merebut kemerdekaan Papua. Hal ini dikatakan Pimpinan TPNPB, Panglima Tinggi TPNPB Jenderal Goliat Tabuni.

Dalam pernyataannya kepada Cenderawasih Pos, Goliat Tabuni menegaskan bahwa TPNPB organisasi resmi yang memiliki legitimasi hukum bagi perjuangan kemerdekaan kedaulatan negara di Papua Barat. Dirinya mengklaim organisasi yang dipimpinnya bukan organisasi teroris.

Terkait dengan Otsus yang saat ini ramai dibicarakan, Goliat Tabuni meminta Gubernur Papua dan Papua Barat termasuk bupati dan wali kota se-tanah Papua untuk menolak Otsus. Dirinya bahkan meminta agar seluruh kepala daerah di Papua mendukung perjuangan kemerdekaan bersama TPN-OPM dan rakyat sesuai pilihan mereka.

Goliat Tabuni juga bahkan mengajak Pangdam XVII/Cenderawasih dan Kapolda Papua untuk ikut menolak Otsus. Dirinya juga mengajak negara lain untuk memberikan dukungan dalam penentuan nasib sendiri pada sidang umum PBB nanti.

“TPNPB minta kepada PBB untuk melihat konflik bersenjata di Papua Barat antara TPN/OPM dengan TNI-Polri. Mengingat Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB, namun kekerasan dan pembunuhan terus terjadi di Papua sangat melampaui batas-batas perikemanusiaan dan perikeadilan,” ucapnya dalam rilis kepada Cenderawaasih Pos, Rabu (26/8).

Terkait perjuangan yang dilakukan saat ini, Goliat Tabuni menegaskan bahwa semua perjuangan TPNPB harus dari dalam Papua dan bukan dari luar.  Dirinya juga meminta PBB untuk tidak lepas tangan dengans emua persoalan yang terjadi di Papua.

“PBB harus perhatikan masyarakat Papua secara serius dengan segera mengeluarkan resolusi PBB tentang hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua pada sidang PBB tahun 2020 ini,” pintanya.  (ceposonline)

Komentar