Walau Divonis 10 Bulan Penjara, 11 Tapol Sorong Adalah Pahlawan OAP

Jurnapatrolinews – Jayapura : Sebelas terdakwa Makar pada demonstrasi berujung rusuh di Sorong tahun lalu, divonis 10 bulan penjara dalam sidang dengan agenda pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat, Kamis 17/9/2020).

Para terdakwa atas nama Daniel Jitmau,  Silevster Nauw, Wilson Kofias, Simon Aifat, Lukas Nauw, Yan Piter Yewen, Paulus Syama, Frengky Nauw, Joshua Kinho, Lukas Smas, Melvin Werfete yang telah ditahan sejak 27 November 2019 itu, divonis 10 bulan penjara dikurangi masa tahanan.

Ketua majelis hakim, Willem Marco Erari yang didampingi kedua hakim anggota Donald Sopacua dan Dedi Sahusillawane menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal 110 ayat (1) KUHP juncto pasal 87 KUHP juncto pasal 63 KUHP sesuai surat dakwaan penuntut umum.

Menurut Willem Marco Erari seusai membacakan amar putusan,  jika para terdakwa merasa keberatan dengan putusan yang diberikan, bisa berkordinasi dengan penasihat hukum untuk mengajukan banding. Tetapi pada saat ditanyakan, para terdakwa, pensihat hukum, dan JPU menyatakan menerima putusan tersebut.

Fernando Ginuny, selaku kordinator penasihat hukum dari 11 Tapol (tahanan politik) mengatakan dari tuntutan 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan oleh JPU, akhirnya diputus menjadi 10 bulan oleh hakim.

“Karena klien kami sudah menerima putusan tersebut sehingga kami akan mengurus yang selanjutnya agar mereka dapat dibebaskan secepatnya. Kami berharap agar pemerintah republik Indonesia lewat aparat kepolisian, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka makar perlu memperhatikan hal-hal yang mendukung tindakan tersebut karena kalau tidak demikian maka orang Papua yang akan menjadi sasaran kriminalisasi oleh aparat kepolisian,” ujarnya, Kamis (17/9/2020).

Ia melanjutkan, beberapa kasus yang ditangani LBH Kaki Abu, semua berhubungan dengan tindakan kriminalisasi oleh para aparat kepolisian tetapi ditetapkan oleh Polisi sebagai upaya Makar.

“Ini kan sudah salah. Hal-hal seperti ini yang membuat orang Papua selalu memendam kebencian kepada negara karena aparat penegak hukumnya tidak profesional dalam melakukan tugas sehingga orang Papua selalu merasa diperlakukan secara tidak adil oleh negara,” katanya.

Sementara, Natalis Yewen, Koordinator Umum Forum Peduli Keadilan Bagi Monyet mengucap syukur kepada Tuhan dan kepada seluruh bangsa Papua karena putusan yang diberikan tidak memberatkan.

“Mewakili teman-teman solidaritas, kami menerima putusan yang diberikan oleh majelis hakim kepada 11 orang pahlawan Papua,” ungkapnya.

Menurut Yewen, bagi negara Indonesia kesebalas orang ini adalah tahanan politik, tetapi bagi Orang Asli Papua (OAP), kesebelas orang ini adalah pahlawan karena mereka ditangkap dan ditahan atas dasar menyuarakan apa yang menjadi persoalan bagi orang Papua. (jubi)

Komentar