Digunakan Serampangan Bisa Jadi Racun, Erick Thohir-Kemenkes, Akan Atur Akses Publik ke Obat Covid

JurnalPatroliNews Bandung – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk membatasi akses publik terhadap obat Covid-19.
Pasalnya, Kemenkes menyebut penggunaan obat-obatan tersebut secara serampangan bisa malah menjadi racun.

“Kita juga memastikan nanti berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, obat-obat mana yang bisa diakses publik atau memang obat yang tadi harus sesuai protap (prosedur tetap)-nya ada perlindungannya, apakah harus lewat rumah sakit atau dokter dan lain-lain,” tuturnya, mengunjungi Bio Farma di Kota Bandung, Sabtu (10/7).

Dia mengakui ketersediaan obat-obatan tersebut saat ini masih belum maksimal. Namun Erick meminta masyarakat untuk tidak panik sebab pihaknya bersama Bio Farma akan meningkatkan ketersediaan obat.

“Memang kita harus produksi lebih cepat tapi saya pastikan kepada masyarakat jangan panik. Kita terus tingkatkan produksi kita dan memastikan keberadaan obat tersebut tentu di apotek yang ada di BUMN.

Menurut Erick, distribusi obat-obatan tersebut sudah berjalan dengan baik. Namun, untuk produksi masih perlu disinkronkan lagi datanya.

“Kalau distribusi kita sudah bagus tapi produksi akan kita rapikan database-nya dan tentu ke depan juga bukan tidak mungkin kita mendalami lagi hal-hal yang harus kita sinkronisasikan,” ucapnya.

Terpisah, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Ade Anaya meminta masyarakat untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat terapi Covid-19 agar tidak menjadi racun.

“Kami mengimbau seluruh masyarakat sebelum membeli obat-obat terapi Covid-19 harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu,” uajrnya, dalam webinar, Sabtu (10/7).

“Semua obat-obatan yang saya sampaikan harus dibeli dengan resep dokter, karena obat itu tentunya mempunyai risiko. Kalau digunakan tidak sesuai malah obat ini menjadi racun, bukan malah mengobati,” lanjutnya.

Adapun jenis obat yang disebutnya menjadi terapi dalam pengobatan Covid-19 yakni Oseltamivir, Favipiravir, Remdesivir, Azithromycin dan Tocilizumab.

Ia juga mengklaim ketersediaan obat Covid-19 saat ini masih dianggap aman. Namun begitu, ada jenis obat yang saat ini terbilang sedikit stoknya.

Misalnya, kata dia, “Hanya ada 421 itu Tocilizumab, tapi hanya digunakan untuk kasus krisis. Kasus krisis itu terbilang kecil dibanding gejala sedang”.

Saat ini, lanjutnya, Indonesia masih impor beberapa obat-obatan terapi pasien Covid-19.

“Ada beberapa produk seperti Remdesivir, Tocilizumab, dan Immunoglobulin Therapy (IVIG) ini masih impor dari berbagai negara. Ada yang dari India, ada yang dari Bangladesh, China dan Jerman,” ujar Ade.

“Memang kita belum bisa membuat, tetapi mudah-mudahan Remdesivir segera, bulan Agustus kita sudah bisa memproduksi di dalam negeri sehingga kita lebih siap untuk memenuhi stok yang ada di dalam negeri,” ujarnya.

(*/lk)

Komentar