Iri jadi Anak Tiri, 3 Fakta Pengusaha Minol Dibikin Mumet RUU dan Cukai, Rokok?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol kembali bergulir di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Para pengusaha minol pun dibuat pusing.

Selain RUU tersebut, pengusaha minol juga sudah dibuat mumet dengan rencana pemerintah menaikkan cukai minuman beralkohol. Berikut tiga faktanya.

1. Target Cukai Dinaikkan
Para pengusaha minol tengah pusing. Selain mendengar kabar RUU itu, mereka juga mendengar adanya rencana pemerintah menaikkan cukai minuman beralkohol.

“Saya dengar dari Bea Cukai, cukai ini mau dinaikkan, targetnya cukai minol jadi Rp 9 triliun. Makanya kita pelaku usaha juga dicecar, terus ini mau dilarang, matilah kita,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Minuman Beralkohol Indonesia (APMBI) Stefanus saat dihubungi media, Minggu (15/11).

Sementara di DPR RI melalui Badan Legislasi tengah bergulir pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Isi dari draft RUU itu menyebutkan larangan produksi, penjualan hingga konsumsi minuman beralkohol dengan beberapa pengecualian.

2. Rencana DPR dan Pemerintah Bertentangan

Menurut Stefanus, rencana DPR itu berseberangan dengan upaya pemerintah yang ingin menaikkan cukai minuman beralkohol. Justru jika pemerintah ingin menambah penerimaan dari minuman beralkohol, petani-petani arak di daerah dibina.

Sehingga bisa menghasilkan produk minol yang aman dan bisa menjual produknya mengikuti aturan yang berlaku. Termasuk dikenakan cukai.

“Kita juga sudah ngomong, sebaiknya petani-petani arak kita itu harus dikumpulkan atau dicarikan 1 perusahaan yang cukup kuat yang mau membantu. Lalu disubsidi oleh pemerintah dibikin menjadi legal. Kalau mereka nggak punya alat, dimodalin, jadi mereka produk yang legal. Karena itu bisa menjadi income yang bagus, karena mereka kan harus bayar cukai,” ucapnya.

3. Merasa Jadi Anak Tiri
Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan, para pengusaha yang terkait minuman beralkohol merasa semakin diperberat untuk berusaha di Indonesia. Sebelum muncul RUU tersebut saja sudah ada banyak kebijakan yang mengatur minuman beralkohol.

“Kalau kami pelajari selama 15 tahun terakhir kalau terkait minuman beralkohol itu paling tidak ada 36 peraturan yang mengatur, mengawasi, membatasi kegiatan minuman beralkohol. Dari produksinya dibatasi ada kuotanya, harus memiliki izin, baik pusat maupun daerah. Kemudian harus melapor setiap peredaran per botolnya,” ucapnya saat dihubungi media, Jumat (13/11).

Tak hanya itu, lanjut Ipung, konsumennya juga dibatasi hanya yang berusia di atas 21 tahun. Lokasi penjualan juga dibatasi. Selain itu produk minuman beralkohol juga dilarang untuk beriklan di media manapun.

“Untuk promosinya sama sekali tidak boleh melakukan di media apapun, baik di majalah, koran, billboard. Sedangkan produk BKT, barang kena cukai lain seperti rokok jauh lebih longgar,” katanya.

Pihaknya pun merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Hal itu dirasa karena mendapatkan perlakuan yang jauh berbeda dengan rokok. Padahal minuman beralkohol dan rokok sama-sama produk yang memberikan kontribusi cukai.

“Sebetulnya kita iri juga kalau jadi anak tiri. Perlakuannya sangat beda, yang satu longgar yang satu sangat ketat, pasti merasa jadi anak tiri. Apalagi sekarang ada RUU itu,” tuturnya.

Ipung juga mengatakan, pihaknya merasa sangat dipersulit oleh kebijakan yang ada. Sebelumnya pemerintah juga membatasi penjualan minuman beralkohol dengan melarang penjualan di minimarket.

(*/lk)

Komentar