Isu Panas! Threshold Pajak UMKM Ternyata Hoaks, Ini Klarifikasinya

JurnalPatroliNews – Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah adanya rencana pemerintah untuk menurunkan batasan omzet bagi UMKM untuk bisa menikmati tarif PPh 0,5% maupun kategori pengusaha kena pajak (PKP).

Sebagaimana diketahui, batasan atau threshold bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) saat ini adalah senilai Rp 4,8 miliar per tahun. Namun, saat tarif PPN akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025, santer tersiar kabar threshold tersebut tengah dibahas pemerintah untuk diturunkan menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. Informasi ini muncul dalam dokumen Bahan Rapat Koordinasi Paket Kebijakan Ekonomi.

Meski begitu, melalui lembaran Keterangan Tertulis Nomor KT-03/2024, Ditjen Pajak menegaskan, “Sampai saat ini Pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), dari Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.”

Penegasan ini sebelumnya telah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia membantah bahwa pemerintah akan menurunkan ambang batas atau threshold omzet UMKM yang bisa memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final dan status pengusaha kena pajak dari yang saat ini maksimal Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. “Ya kalau itu belum ada rencana. Threshold tetap Rp 4,8 miliar,” kata Airlangga di kantornya Kamis malam (19/12/2024).

Sementara itu, sejumlah pelaku usaha UMKM memberikan tanggapan positif atas klarifikasi pemerintah ini. Ketua Asosiasi UMKM Indonesia, Budi Santoso, menyebutkan bahwa kebijakan yang tidak mengubah threshold akan membantu pelaku UMKM tetap fokus mengembangkan usaha tanpa khawatir beban pajak tambahan. “Dengan kondisi ekonomi yang mulai pulih pasca-pandemi, kebijakan ini memberikan stabilitas bagi sektor UMKM,” ungkapnya.

Namun, di sisi lain, ekonom dari Institute for Economic Reform, Anisa Widjaya, menilai bahwa pemerintah perlu memberikan kepastian hukum terkait isu tersebut agar tidak menimbulkan spekulasi di kalangan pengusaha. “Dokumen yang bocor ini menimbulkan kekhawatiran, meskipun telah ada bantahan resmi. Komunikasi yang lebih proaktif dari pemerintah sangat diperlukan,” jelasnya.

Sebagai informasi, tarif PPh final sebesar 0,5% diberikan untuk mendorong kepatuhan pajak di kalangan UMKM. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yang menetapkan batasan omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun untuk mendapatkan tarif pajak yang lebih ringan. Sedangkan status pengusaha kena pajak (PKP) diwajibkan bagi pengusaha dengan omzet di atas threshold tersebut untuk memungut dan menyetorkan PPN.

Ke depan, pemerintah diharapkan tetap melibatkan pelaku usaha dalam setiap pembahasan kebijakan perpajakan. Dengan demikian, keputusan yang diambil dapat selaras dengan kondisi riil di lapangan dan tidak memberatkan para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Komentar