Meminta Tapi Tidak Memberi? Media Perlu Dibantu Agar Tetap Hidup

JurnalPatroliNews – Jakarta, – Sempena Hari Pers Nasional 2022 yang jatuh pada 9 Februari lalu dan puncak acaranya dilangsungkan di Kendari, Sulawesi Tenggara, di spanduk, billboard, iklan media massa dan media sosial terpampang berbagai harapan kepada pers.

“Pers harus menjadi perekat dan mempersatukan bangsa”, “Pers harus menjaga kualitas agar dapat menangkal hoaks.” “Pers harus menjadi penjernih informasi agar masyarakat tidak diracuni berita palsu”.  “Pers jangan partisan, bersikap independen adil bagi semua kelompok masyarakat”. “Pers itu bertugas mengoreksi, bukan menjadi corong pemerintah.”

Dan entah apalagi. Isinya semua tuntutan. Maunya pers begini dan begitu, semua itu mungkin harapan karena ada hal-hal yang dianggap tidak cocok atau sudah berubah seiring dengan perkembangan zaman. Harapan ideal, yang barangkali hanya bisa dilakukan di era yang ideal—dan itu bukan sekarang.

Ya, saat ini media tidak sedang baik-baik saja. Hampir semuanya sekarat. Pada banyak media, pendapatan bukan hanya turun drastis tetap cenderung habis. Pada media lain, pendapatan ada tetapi tidak cukup untuk saving, hanya membiayai operasional. Ada satu dua yang hidup cukup sehat, tetapi kalau kondisi tidak berubah mungkin musim gugur kembali melanda industri media.

Yang bisa menolong ada dua, yaitu pemerintah melalui regulasi dan masyarakat melalui donasi atau kepedulian.

Seluruh aturan harus bermuara pada satu hal, membantu perusahaan pers. Perusahaan media massa janganlah lagi dianggap entitas bisnis–kecuali tentu yang porsi entertainmentnya lebih besar dari berita—anggaplah dia sebagai lembaga yang membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa, menyalurkan informasi, dan berpartisipasi dengan ide dan aspirasi untuk mengembangkan sistem demokrasi. Dalam posisi ini maka media dianggap partner pemerintah, masyarakat yang ambil bagian sesuai porsinya membantu penyelenggaraan negara. Mereka tidak mencari untung, pendapatan yang diperoleh hanya digunakan untuk menunjang operasional, tidak menumpuk kekayaaan.

Dengan demikian maka biaya izin-izin media penyiaran tidak perlu ada. Pajak kertas koran, haruslah dihilangkan. Kucurkan subsidi agar pelatihan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusianya dapat terlaksana. Kalau perlu supaya perusahaan media maju, media didukung dengan kredit usaha berbunga rendah—atau bahkan tanpa bunga. Di sini berlaku moto, pers sehat, bangsa kuat.

Komentar