Smesco: Aplikasi Temu Dari China Ancaman Serius Bagi UMKM Indonesia

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) mengklaim bahwa aplikasi Temu asal China dapat membahayakan keberlangsungan UMKM di Indonesia. Dalam diskusi bertajuk “Serbuan Produk Impor” yang berlangsung di Kantor KemenkopUKM, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/8/2024), Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak negatif aplikasi tersebut.

“Temu adalah aplikasi jahat dari China yang kalau dibiarkan masuk, UMKM akan mati,” tegas Wientor. Ia menjelaskan bahwa barang-barang yang dijual melalui aplikasi Temu tidak melibatkan penjual, reseller, atau dropshipper seperti aplikasi e-commerce lainnya. Berdasarkan pengalamannya di Thailand, Temu bahkan berani memberikan diskon hingga 90 persen. “Di AS, mereka bahkan memberikan harga 0 persen pada beberapa kondisi, sehingga pembeli hanya membayar ongkos kirim saja,” tambahnya.

Wientor berasumsi bahwa platform Temu menjual produk dead stock atau barang yang tidak laku di China dengan tujuan mengopernya ke negara lain, sejalan dengan kondisi surplus barang di China. “Jadi bukan tidak mungkin mereka melakukannya di negara kita,” ujarnya.

Staf Khusus MenkopUKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, menambahkan bahwa Temu bekerja dengan cara mengirimkan produk langsung dari pabrik ke konsumen karena sudah terhubung dengan 80 pabrik di China. Fiki mengungkapkan bahwa sejak September 2022, Temu telah mencoba mendaftarkan diri dan masuk ke Indonesia namun gagal karena nama merek yang sudah ada di Indonesia. “Sekarang sedang proses pengajuan ulang didaftarkan langsung oleh dua pihak berbeda,” kata Fiki.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Isy Karim, menyatakan bahwa hingga saat ini aplikasi Temu belum memiliki izin beroperasi di Indonesia. “Sampai sekarang belum ada izinnya,” tutur Isy, di Jakarta  Rabu (19/6/2024). Ia menyebut telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memastikan hal ini.

Isy menjelaskan bahwa model bisnis factory to consumer yang diterapkan oleh Temu tidak sesuai dengan kebijakan di Indonesia karena bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.

Lanjutnya, setiap transaksi dari pabrik ke konsumen harus melibatkan perantara atau distributor. “Jadi tidak bisa dari pabrik langsung ke konsumen,” katanya. Meski begitu, Isy memastikan bahwa pihaknya akan terus memantau aplikasi Temu secara intensif.

Dengan berbagai kekhawatiran ini, KemenkopUKM berharap agar pemerintah dapat mengambil tindakan tegas untuk melindungi UMKM dari ancaman aplikasi Temu yang dianggap berpotensi merusak ekosistem bisnis lokal.

Komentar