JurnalPatroliNews – Jakarta,- Mantan Direktur PT AJB Bumiputera 1912 menanggapi sebutan sengkarut dalam tubuh perusahaan asuransi ini sudah terjadi selama 25 tahun.
Mantan Direktur SDM dan Umum Bumiputera periode 2016-2018 Ana Mustamin menyebut, pernyataan itu tidak relevan.
“Sejak kapan keuangan Bumiputera sehat jika diukur menggunakan Risk Based Capital (RBC)? Saya punya dokumen yang mencatat laporan keuangan awal-awal Bumiputera didirikan. Dan saya jamin 100% perusahaan ini tidak layak beroperasi jika menggunakan ukuran-ukuran RBC,” terang Ana dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”.
“Saya bahkan menduga keuangan perusahaan ini tidak pernah sehat selama 110 tahun beroperasi jika diukur menggunakan RBC. Bayangkan, perusahaan dengan modal NOL RUPIAH diukur kesehatannya dengan mengaitkannya dengan modal!” lanjut Ana.
Namun, pertanyaannya, mengapa Bumiputera bisa bertahan hingga satu abad lebih? Mungkinkah perusahaan ini bisa bertahan jika dikelola orang-orang brengsek?
Padahal, perusahaan ini nyaris tidak diawasi oleh ‘pemegang saham.
Sekadar diketahui, setiap kali Indonesia mengalami krisis, maka Bumiputera juga akan mengalami krisis. Krisis 1932 (resesi dunia), 1945 (kantor Bumiputera bahkan ikut dibom sekutu), tahun 1965 (peristiwa sanering), tahun 1997-1999 (krisis moneter), tahun 2018 (krisis ekonomi), selalu membuat keuangan Bumiputera berdarah-darah. Apakah perusahaan asuransi Indonesia yang lain tidak berdarah-darah?
“Mungkin iya. Tapi, mereka memiliki pemegang saham yang siap menyuntikkan dana ketika RBC-nya mengalami negatif. Tidak demikian dengan Bumiputera, pak. Perusahaan Mutual tidak mengenal mekanisme penambahan modal. Mau nambah modal dari mana? Wong ini milik masyarakat pemegang polis,” terang Ana.
“Lalu bagaimana manajemen pendahulu kami melakukan perbaikan? Mereka melakukan ‘selfhealing’. Mereka memperbaiki kondisi perusahaan secara gradual, sesuai kondisi keuangan berjalan dan upaya-upaya kreatif manajemen, sembari tetap memperhatikan kewajiban kepada pemegang polis. Pembayaran klaim selalu mereka nomorsatukan, yang lain bisa disolusi kemudian. Ini yang menjadi rahasia mengapa Bumiputera bisa menjadi pemimpin pasar di industri asuransi selama berpuluh tahun” sambungnya.
Dengan diterapkannya RBC, perbaikan secara gradual tidak lagi bisa dilakukan. Peraturan ini memaksa manajemen masuk ke sistem yang tidak kompatibel dengan kondisi perusahaan mutual.
Setiap kali terjadi negative spread, regulator mengingatkan agar manajemen harus melakukan berbagai cara untuk mengejar RBC. Pihak Anda juga memaksa kami untuk mengalihkan aset properti ke outlet keuangan yang lain, karena komposisi aset Bumiputera tidak selaras denganperaturan yang ada dalam RBC.
Dalam kondisi babak belur, pasca krisis moneter 1997-1999, Bumiputera dipaksa memenuhi RBC dalam waktu singkat di saat nilai klaim melambung. Jika tidak, berbagai sanksi menunggu untuk dijatuhkan.
“Apakah Anda pernah menyadari betapa sulitnya perusahaan yang tidak memiliki mekanisme penambahan modal, tapi dipaksa memenuhi ratio kecukupan modalnya di saat krisis baru saja berlangsung? Tidak syak, manajemen Bumiputera seperti pemain akrobat, harus jungkir balik agar bisa mengejar tuntutan kecukupan modal,” curhat wanita tersebut.
Di saat yang sama, setiap kali laporan keuangan dipublikasi dan RBC tidak terpenuhi, OJK akan mengirimkan surat peringatan, memberi sanksi seperti pembatasan penerbitan produk baru, dan seterusnya.
Komentar