Budidaya Sarang Burung Walet di Sulut Dinilai Tak Memberikan Dampak Positif, BNUI Buka Suara!

JurnalPatroliNews – Sulut – Budidaya sarang burung walet yang semakin marak di Sulawesi Utara (Sulut) diduga tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Meskipun sektor ini digadang-gadang sebagai salah satu sumber ekonomi potensial, kenyataannya, masyarakat belum merasakan manfaat langsung dari kegiatan tersebut.

Selain itu, banyak persoalan yang muncul terkait dengan dampak lingkungan, kesehatan, pengawasan pajak, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Dampak Kesehatan dan Lingkungan

Salah satu masalah utama yang disoroti oleh masyarakat adalah dampak kesehatan yang timbul dari budidaya burung walet. Proses pengelolaan sarang burung walet berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, seperti gangguan pernapasan akibat debu dan kotoran burung, yang dapat menyebabkan infeksi paru-paru atau alergi, terutama bagi pekerja yang terlibat dalam proses pengumpulan sarang. Lebih mengkhawatirkan lagi, kegiatan ini juga berisiko menyebarkan penyakit zoonotik, seperti flu burung (H5N1), yang dapat menular dari burung ke manusia.

Ketua Umum Brigade Nusa Utara Indonesia (BNUI) Sulawesi Utara, Stenly Sendow, SH, menegaskan perlunya regulasi yang mengatur cara pengelolaan sarang burung walet secara aman dan sehat untuk mencegah penyebaran penyakit. “Kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar perlu menjadi perhatian utama dalam setiap pengelolaan budidaya burung walet,” ujar Stenly.

Masalah Pengawasan dan Pajak yang Tidak Jelas

Pengawasan terhadap industri sarang burung walet di Sulut juga dinilai belum optimal. Beberapa pelaku usaha beroperasi tanpa izin yang jelas, sementara pengawasan terhadap produksi dan distribusinya lemah. Ketua Harian BNUI, Andri P. Lawidu, SE, SH, mengungkapkan bahwa sistem perpajakan yang ada belum transparan, sehingga banyak pengusaha yang menghindari kewajiban pajak. “Transaksi penjualan sarang burung walet sering kali tidak tercatat dengan jelas. Bisa saja terjadi laporan yang tidak sesuai, misalnya dilaporkan 1 kg padahal penjualannya mencapai 10 kg,” ujar Andri.

BNUI mendesak agar pengawasan terhadap industri ini diperketat untuk mengurangi kebocoran pajak yang bisa berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Sulut. “Kami meminta agar pemerintah memperkuat regulasi pengawasan dan memastikan transaksi yang terjadi tercatat dengan baik untuk mencegah kehilangan PAD,” lanjutnya.

Komentar