Polisi Didesak Tindak Tegas Media Liar, Dewan Pers: Ini Bukan Karya Jurnalistik!

jurnalPatroliNews – Jakarta – Di tengah memanasnya suhu politik menjelang Pilkada Pangkalpinang 2025, sebuah media daring bernama okeyboss.com memicu kehebohan. Situs tersebut mempublikasikan berita yang dinilai tendensius dan tanpa dasar fakta, menargetkan pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota jalur independen. Rabu (30/4/2025).

Namun yang lebih menggemparkan: media tersebut ternyata tak memiliki legalitas sebagai badan hukum.

Kasus ini mencuat setelah Tim Hukum pasangan calon tersebut melaporkan Sudarso alias Panjul ke Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Ia dianggap menyebarkan konten bermuatan fitnah melalui media yang bahkan tak tercatat secara resmi sebagai perusahaan pers.

Hasil penelusuran hukum mengungkap bahwa okeyboss.com dikelola oleh PT Digital Indonesia Media—yang ternyata tidak terdaftar di sistem administrasi hukum negara.

Fakta ini diperkuat oleh balasan resmi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM.

Menanggapi kasus ini, Dewan Pers langsung bersuara. Mahmud Marhaba, salah satu ahli pers Dewan Pers, menegaskan bahwa media seperti okeyboss.com tidak bisa disebut sebagai bagian dari dunia jurnalistik.

“Berita hanya bisa disebut karya jurnalistik jika ditulis berdasarkan prinsip 5W+1H secara berimbang, dan diterbitkan oleh perusahaan pers berbadan hukum,” kata Mahmud saat ditemui di Kantor Dewan Pers, Rabu (30/4/2025).

“Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka itu bukan produk jurnalistik, tapi hanya tulisan biasa—dan jika bermasalah, bisa masuk ranah pidana.”

Mahmud menyoroti tren berbahaya: munculnya situs-situs liar yang menyamar sebagai media, memproduksi konten kontroversial, dan menunggangi isu politik demi kepentingan kelompok tertentu.

“Ini jelas bukan kebebasan pers. Ini penyalahgunaan informasi,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa pelaku dan pengelola media semacam ini tidak bisa berlindung di balik Undang-Undang Pers.

“Karena tidak berbadan hukum, maka tidak ada perlindungan. Polisi bisa langsung menindak dengan hukum pidana umum,” tambah Mahmud.

Pernyataan Mahmud bukan sekadar wacana. Ia secara gamblang meminta aparat penegak hukum untuk tidak ragu bertindak.

“Kalau polisi masih ragu karena takut dianggap menekan pers, saya tegaskan: ini bukan pers. Ini penyebaran informasi ilegal. Tidak ada Dewan Pers di belakang mereka,” tegasnya.

Di sisi lain, fenomena ini membuka mata publik tentang pentingnya literasi media. Di era digital, siapa pun bisa membuat situs, mengaku jurnalis, dan menyebar kabar sesuka hati. Mahmud pun mengimbau masyarakat untuk lebih selektif.

“Kalau ada berita kontroversial, lihat dulu medianya. Apakah terdaftar di Dewan Pers? Apakah punya badan hukum? Jangan telan mentah-mentah semua yang viral,” katanya.

Kasus okeyboss.com menjadi preseden penting. Tidak hanya memperlihatkan bahaya media tanpa regulasi, tapi juga menjadi ujian bagi aparat: berani atau tidak menindak pelaku penyebar disinformasi yang berkedok jurnalistik?

Jika dibiarkan, tak hanya kepercayaan publik yang hancur, tapi juga demokrasi lokal yang terancam tercemar oleh kabar bohong. Dan satu hal yang pasti: tidak semua yang terlihat seperti media, benar-benar menjalankan tugas jurnalistik. (Sunarto/KBO Babel)

Komentar