Dibalik Kasus Ustad Herman Gondrong di Bekasi, Usai Mertua Sekeluarga Dicokok Polisi, Ini Kata Kuasa Hukum

JurnalPatroliNews, Jakarta – Masih ingat dengan laki-laki yang disinyalir dapat menggandakan uang di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang diringkus polisi beberapa waktu lalu? Ya, orang yang dijuluki Ustadz Gondrong itu kini sudah dibebaskan oleh pihak kepolisian.

Walaupun Ustad Gondrong telah dibebaskan polisi senin tengah malam (31/05/2021) silam, Kini kasusnya berbuntut panjang akibat adanya gugatan pra peradilan kuasa hukumnya Ferdinand Montororing dari kantor LBH Ampera Bekasi, mertuanya Sartubi (50 thn), Royanih (40 thn) dan isteri Ustad Gondrong, Novi Trianti (19 thn) menggugat ganti rugi Kapolres Metro Bekasi dan Kapolsek Babelan sejumlah Rp 300 juta atas penangkapan dan penahanan mereka sekeluarga termasuk ketiga anak dibawah umur yakni AR (11 thn), MI (3 thn) dan AWS (2,5 thn) anak Ustad Gondrong yang di tahan dua malam di Mapolretro Bekasi Kabupaten.

Ferdinand Montororing koordinator tim bantuan hukum LBH AMPERA untuk keluarga Ustad Gondrong menjelaskan pada wartawan

“Memang betul ada gugatan pra peradilan terhadap Kapolres Metro Bekasi dan Kapolsek Babelan di Pengadilan Negeri Cikarang, sudah teregistrasi nomor 5/Pid.Prap/2021/PN.Ckr tanggal 17/06/2021, yang memprihatinkan kasusnya menyangkut penahanan ketiga anak diantaranya dua balita,” ujar Ferdinand. sabtu (19/06/2021) kemarin

Masih kata Ferdinand Montororing, bahwa memang sudah dilakukan upaya perlindungan hukum ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),

” LPSK sendiri belum memberikan penjelasan kepada pers terkait kasus ini,” tambahnya.

Kasus Ustad Gondrong sendiri sempat ramai pemberitaannya oleh media, dan hingga kekinian masih mendapat perhatian publik di Bekasi dan jagat maya.

Diketahui sebelumnya, Aksi pria bernama asli Herman (41) itu, sempat viral di sosial media lantaran menggunakan trik sulap dalam menggandakan uang pada Ahad (21/3). Videonya yang menunjukkan aksi menggandakan uang dengan media jenglot dan kotak hitam pun viral hingga membuat polisi menciduknya, meski sekarang ia sudah bebas.

Namun, ada yang janggal dalam kasus tersebut. Mertua Herman, Sartubi (50 tahun) menuturkan, saat menantunya dibawa polisi, Herman justru ditetapkan sebagai tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur.

Adapun, Herman memang menikahi anak Sartubi, bernama Novi Triyanti, yang kini berusia 18 tahun. Dari pernikahannya itu, Herman dikaruniai seorang anak yang masih balita. Saat ramai menjadi perbincangan di ranah publik, Herman ditahan oleh Markas Polres Metro Bekasi.

Kasus itu bermula kala video 12 detik menjadi bahan pembicaraan di masyarakat. Seorang laki-laki berambut gondrong terlihat sedang melakukan ritual dengan memunculkan banyak lembaran uang pecahan Rp 100 ribu. Ternyata, belum ada korban atau pihak yang merasa dirugikan dari aksi Herman.

Sayangnya, polisi malah menjerat Herman dengan pasal tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Herman dijerat Pasal 81 juncto Pasal 76D UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Mertua dipaksa

Kejanggalan kasus itu terkuak manakala Herman bebas dari jeruji besi, yang mana sebelumnya pihaknya mengajukan praperadilan. Isi gugatan praperadilan berkaitan dengan kritik terhadap tindakan pemohon, yaitu Kapolres Metro Bekasi (termohon I) dan Kapolsek Babelan (termohon II) atas proses penanganan perkara yang dianggap cacat prosedur.

Sartubi, yang merupakan mertua Herman mengaku, tidak pernah merasa membuat laporan atas pidana persetubuhan yang dilakukan menantunya. “Saya enggak tahu sama sekali, namanya saya orang awam, waktu itu saya cuma disuruh tanda tangan, ternyata surat yang saya tanda tangan berisi laporan (persetubuhan),” kata Sartubi saat ditemui, Selasa (1/6)dilansir Republika

Pada hari Herman diciduk, Sartubi bersama istrinya, dan juga cucunya diboyong ke Polsek Babelan, Kabupaten Bekasi. Dia mengaku bingung lantaran keluarganya itu sudah dua malam berada di polsek.

“Saya waktu itu bingung, anak, istri, cucu saya udah dua malam di polsek, enggak bisa tidur, tahu-tahu saya diminta tanda tangan supaya saya, istri, anak sama cucu saya bisa pulang,” tutur Sartubi

Dia pun terkejut saat tahu surat yang ditandatanganinya merupakan laporan tindakan persetubuhan Herman terhadap anaknya. Dia pun memastikan sejak awal pernikahan putrinya dengan Herman telah mendapat restu.

Kuasa hukum Herman dari LBH Ampera, Ferdinand Montororing, menuturkan, diajukannya praperadilan berkaitan dengan hal subtantif, yaitu tidak adanya surat perintah dan penahanan pada keluarga. Hal itu membuat kasus yang disidik kepolisian dalam hal ini termohon I dan II tidak sesuai prosedur.

Penetapan tersangka terhadap Herman juga tidak disampaikan kepada keluarga, maupun tersangka itu sendiri. “Padahal berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 130 tahun 2015, frasa dalam KUHP itu harus disampaikan kepada keluarga atau tersangkanya,” terang Ferdinand.

Selain itu, penyitaan alat bukti dalam perkara yang disangkakan kepada Herman tanpa disertai surat keterangan.

“Saya kira ini adalah bentuk koreksi kepada penyidik, maksudnya untuk perbaikan kedepannya supaya pihak kepolisian bisa memperbaiki,” kata Ferdinand.

(**/md)

Komentar