“Terlebih sudah dua bulan kami terkatung-katung terdampak aturan relokasi PKL Malioboro. Padahal rata-rata kami sudah menjalani profesi ini sebagai satu-satunya mata pencarian selama 25 sampai dengan 30 tahun dengan upah harian Rp10.000 untuk mendorong satu gerobak PP (pulang-pergi),” ucapnya.
Kuat menjelaskan, total ada 91 orang pendorong gerobak di Malioboro yang setiap harinya mendorong 1.724 gerobak milik PKL di sepanjang Jalan Malioboro yang terbentang dari Utara ke Selatan, di kedua sirip (sayap) Timur dan Barat Malioboro. Pasca relokasi PKL Malioboro, pendorong gerobak yang berjumlah 91 orang ini otomatis kehilangan pekerjaan.
Pasalnya, sejak revitalisasi Malioboro, lokasi berjualan para PKL dipindahkan ke Teras Malioboro 1 dan 2 (eks Gedung Dinas Pariwisata DIY dan Bioskop Indra).
Sehingga, wajar jika sudah tidak ada lagi pedagang yang membutuhkan jasa para pendorong gerobak.
Selanjutnya, dari jumlah 91orang itu, saat ini hanya tersisa 34 orang yang masih memilih untuk bertahan di Malioboro.
Sebagian besar lainnya memilih untuk pulang kampung dan bekerja serabutan sebagai buruh tani.
“Namun, Alhamdulillah per 1 April 2022 oleh Pemkot Yogyakarta kami sudah diberikan pekerjaan sebagai tenaga bantu dengan tugas menjaga ketertiban, kelancaran, dan kebersihan jalur pedestrian di kawasan Malioboro melalui UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (Malioboro),” terangnya.
Komentar