Celaka Tiga Belas, Utang Luar Negeri Indonesia Masuk 10 Besar Dunia, Kemampuan Bayarnya Anjlok Signifikan, Awas Negara Bangkrut

Jurnalpatrolinews – Jakara : Di mana, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income/GNI) pada 2019, menjadi salah satu tertinggi ketimbang negara setingkat (peer country). Bahkan, rasionya lebih tinggi ketimbang negara yang memiliki nominal utang internasional lebih gede dari Indonesia.

Data tersebut dipublikasikan Bank Dunia dalam laporan Statistik Utang Internasional (IDS) terbaru yang dirilis pada Senin (12/10/2020).

Dalam laporan dibeberkan, utang luar negeri Indonesia pada 2019 mencapai US$402,08 miliar, atau setara Rp5.900 triliun dengan kurs
Rp14.732 per US$. Sedangkan rasio utang terhadap GNI mencapai 37%, setara dengan level 2018. Rasio ini sempat turun pada 2016 dan 2017, yaitu pada tingkat 35% dan 36%, namun kembali naik di tahun berikutnya.

Beberapa negara setingkat Indonesia menunjukkan rasio terhadap GNI yang lebih rendah. Sebut saja India yang sama-sama masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah (middle income country), memiliki rasio utang luar negeri terhadap GNI pada level 20% dengan nominal US$560 miliar.

Brasil dengan utang luar negeri terbanyak pada 2019, menurut Bank Dunia memiliki rasio lebih rendah. Secara nominal, utangnya US$569,3 miliar dengan rasio 32% terhadap GNI. Lalu apa maknanya?

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Nailul Huda menyebutkan, tingginya rasio terhadap GNI patut menjadi perhatian bagi pemerintah. “Indikator ini menunjukkan kemampuan membayar utang Indonesia yang memburuk,” terang Nailul dikutip dari republika.co.id, Selasa (13/10/2020).

Nailul menyebutkan, rasio tersebut kemungkinan akan naik pada tahun ini dan beberapa tahun mendatang mengingat tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Belanja pemerintah dipastikan meningkat yang diiringi dengan penyusutan penerimaan. Jalan keluar untuk permasalahan ini adalah mencari utang.

Tapi, Nailul mengingatkan, utang itu harus dilakukan secara penuh kehati-hatian. “Artinya, utang yang didapatkan jangan sampai melebihi peraturan yang ada,” ucapnya.

Nailul merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memperbolehkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sampai level 60 persen. Meski indikatornya berbeda dengan Bank Dunia yang memakai GNI, batasan maksimal tersebut relatif sama.

Pengelolaan utang juga harus ditujukan untuk keperluan yang penting. Pembangunan jalan tol, bandara atau pelabuhan dengan menggunakan dana dari utang sebaiknya tidak dilakukan pada saat ini. “Ekonomi sedang tidak baik, pembangunan itu justru akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia,” ujarnya.

Di sisi lain, Nailul menganjurkan pemerintah untuk mengoptimalkan penghematan anggaran terlebih dahulu. Kunjungan kerja, rapat dinas di daerah maupun hotel yang membutuhkan biaya besar sebaiknya ditunda dan dialihkan ke penanganan pandemi Covid-19.  (bizlaw)

Komentar