Ia menegaskan bahwa tanpa investasi besar-besaran di sektor industri, sulit bagi Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% hingga 2029. Sebagai langkah konkret, pemerintah harus fokus pada reformasi birokrasi, seperti era Presiden Soeharto yang mempercepat ekspor dengan kebijakan efisien.
Kinerja investasi di Indonesia juga menjadi sorotan. Banyak investasi yang bergeser ke Vietnam, mengingat kondisi investasi di Indonesia belum cukup kompetitif. “Tanpa peningkatan signifikan dalam investasi asing, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi” tambah Prof. Didik.
Eisha M. Rachbini, Ph.D., menyoroti pentingnya sektor ekonomi digital sebagai pengungkit baru bagi pertumbuhan ekonomi. “Digitalisasi membuka ruang besar bagi kontribusi terhadap PDB, yang pada 2024 baru mencapai 3,7% dan diproyeksikan tumbuh menjadi 7,1% pada 2025. Namun, perlambatan transaksi e-commerce menunjukkan adanya tantangan daya beli masyarakat yang menurun” jelas Eisha.
Namun, ia juga mencatat adanya perlambatan dalam transaksi e-commerce akibat menurunnya daya beli masyarakat. “Digitalisasi sektor keuangan dapat menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi, terutama melalui layanan fintech yang makin diminati oleh UKM dan masyarakat marginal” ungkap Eisha.
“Aktivitas ekonomi berbasis teknologi finansial harus didukung dengan kebijakan yang menciptakan akses modal dan mendorong pertumbuhan sektor riil” tambahnya.
Komentar