Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo di Bidang Ekonomi

Sementara itu, Yose Rizal Damuri, Ph.D., melihat 100 hari pertama pemerintahan Prabowo masih minim kebijakan konkret dan cenderung diwarnai retorika. “Selain retorika yang masif, belum ada RPJMN yang dipublikasikan secara resmi sebagai panduan kebijakan. Hal ini berbeda dengan pemerintahan sebelumnya di mana RPJMN sudah diumumkan di awal masa jabatan. Kejelasan arah kebijakan ekonomi sangat dinantikan oleh pelaku usaha dan akademisi” ungkap Yose.

Menurutnya, kekurangan koordinasi kebijakan dan ketidakkonsistenan dalam implementasi menjadi hambatan besar. Ia juga menyoroti tantangan lain, seperti warisan masalah ekonomi berbiaya tinggi, ketidakpastian regulasi, dan stagnasi pertumbuhan ekonomi selama satu dekade terakhir. “Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6% menjadi preseden baru, namun pelaksanaannya masih dibayangi potensi politisasi dan ketidakpastian” tambah Yose.

Wijayanto Samirin, MPP., memberikan pandangan mendalam mengenai kondisi fiskal yang berat. “Indonesia menghadapi era ‘make or break’. Tahun 2025-2026 akan menjadi periode kritis dengan beban utang yang jatuh tempo mencapai Rp 1.600 triliun, sementara penerimaan negara menurun dan pengeluaran meningkat. Ini adalah tantangan besar yang membutuhkan penguatan penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan perbaikan manajemen utang” jelas Wijayanto.

Komentar