Meneropong Rencana Utang Rp 775 Triliun: Risiko atau Peluang?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Prabowo Subianto, berencana menarik utang sebesar Rp 775,87 triliun pada tahun 2025. Rencana ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, yang merinci sumber pembiayaan anggaran pemerintah.

Menurut dokumen tersebut, utang ini akan dialokasikan melalui dua skema utama, yakni penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Penerbitan SBN menjadi kontributor terbesar dengan target mencapai Rp 642,56 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 133,30 triliun berasal dari pinjaman, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Penggunaan Utang untuk Pembiayaan Strategis
Sebagian besar dana utang tersebut direncanakan untuk pembiayaan strategis, seperti investasi pemerintah sebesar Rp 154,50 triliun. Investasi ini mencakup penyertaan modal kepada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU), dukungan bagi organisasi internasional, pembiayaan pendidikan, hingga pengembangan sektor lain yang dianggap prioritas.

Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp 5,44 triliun untuk pemberian pinjaman serta Rp 262 miliar untuk pembiayaan lainnya. Langkah ini diharapkan dapat mendukung program-program pembangunan nasional yang telah direncanakan, termasuk proyek infrastruktur strategis dan pengembangan sumber daya manusia.

Upaya Menjaga Keseimbangan Fiskal
Meski rencana penarikan utang ini menjadi sorotan, pemerintah memastikan bahwa kebijakan tersebut dirancang dengan mempertimbangkan keberlanjutan fiskal. Penerbitan SBN, yang mendominasi pembiayaan utang, dinilai sebagai instrumen yang relatif stabil dan dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan jangka panjang.

Sementara itu, pinjaman luar negeri yang diambil akan difokuskan pada proyek-proyek yang memberikan dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan infrastruktur, teknologi, dan pendidikan.

Rencana penarikan utang ini menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat pembangunan, meski tetap memerlukan pengawasan ketat dan transparansi dalam pelaksanaannya. Penggunaan utang secara efektif menjadi kunci agar beban fiskal di masa depan tetap terkendali, tanpa mengorbankan agenda pembangunan nasional.

Komentar