Pandemi dan Kebijakan Pemerintah : Evaluasi 2021

Ia mencontohkan sejumlah kebijakan terkesan membuat masyarakat bingung, misalnya masuk mall boleh, tapi masuk ke masjid tidak boleh. “Hal yang dipandang remeh, tapi sebenarnya mengandung substansi yang signifikan.” Ujarnya. 

Umam mengkritisi sikap denial pemerintah sejak merebaknya covid-19  yang berimplikasi cukup serius terhadap strategi penanganan wabah. “Dalam bentuk kebijakan dan pergantian rantai komando penanganan covid yang membuat masyarakat kebingungan karena beberapa kebijakan yang bertentangan satu dan lain hal.” Katanya.  

Meskipun keberhasilan meredam gejolak dampak covid 19 dibandingkan kerusuhan yang kini terjadi di Eropa, Umam menyatakan adanya sejumlah masalah tetap yang belum terselesaikan.

Ia mencontohkan masih tidak nyambungnya leadership dengan followership, banyaknya kepala daerah yang cenderung memanipulasi data korban wabah demi prestise agar terbebas dari tekanan politik, masih terjadi di level daerah.

“Itu adalah konteks kebijakan yang tidak didasarkan pada orientasi kebijakan itu sendiri. Tetapi menggunakan paradigma politics based policy atau kebijakan yang lebih menitik beratkan pada kalkulasi kepentingan politik. Sehingga konteks problem solving dan public delivery service kurang nyambung. Hal itu perlu menjadi catatan agar ancaman gelombang ke 3 dapat diminimalisir.” Kata Umam.

Umam juga mengungkapkan hal cukup serius dari kejatuhan sektor UMKM setelah terkena dampak covid 19. “Sektor UMKM yang kebal dari dua kali krisis pada 1998 dan 2008 dan menyumbang 90% tenaga kerja serta 67%-an persen PDB, terjadi penurunan sisi permintaan secara drastis akibat melemahnya daya beli masyarakat.

“Implikasinya juga terjadi pada supply chain pasokan barang dan juga sumber modal usaha. Yang bisa disampaikan adalah perlunya transparansi, akuntabilitas dan ketepatan kebijakan terutama terkait konteks dana PEN (Penyelamatan Ekonomi Nasional) dan bansos yang seharusnya tepat sasaran untuk menyelamatkan denyut ekonomi rakyat.” Katanya.

Terkait kasus PCR Umam meminta KPK untuk menyikapi sebagaimana ketika menangani kasus Lutfi Hasan Ishak /LHI (kasus daging sapi impor) – di mana KPK harus menuntut pihak-pihak yang seolah-olah ignorance (tidak mau tahu) padahal telah sangat merugikan kepentingan publik dalam konteks kesehatan nasional.

“Untuk itu, dalam kasus PCR yang semula ditarif Rp700-800 ribu dan sekarang tiba-tiba bisa turun sampai Rp200 ribu saja, terdapat gap harga yang begitu besar jika dikalikan sekian banyak konsumen. Amat sangat kasat mata adanya masalah.” Katanya.

Komentar