Pemotongan Suku Bunga Jadi Angin Segar Bagi Ekonomi Nasional

JurnalPatroliNews – Jakarta – Keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen dipandang sebagai langkah strategis yang berpotensi mendongkrak kembali dinamika ekonomi nasional.

Menurut Wijayanto Samirin, Ekonom dari Universitas Paramadina, kebijakan ini merupakan respon tepat atas situasi nilai tukar Rupiah yang relatif stabil dalam sebulan terakhir terhadap Dolar AS dan mata uang utama global lainnya.

“Dengan kondisi Rupiah yang cukup stabil, ini waktu yang pas untuk melakukan pelonggaran moneter guna menggairahkan kegiatan ekonomi dalam negeri,” ungkap Wijayanto, Kamis (22/5).

Pelonggaran Moneter Butuh Dukungan Likuiditas

Meski demikian, Wijayanto menegaskan bahwa keberhasilan dari penurunan suku bunga ini tidak hanya bergantung pada sisi kebijakan moneter semata. Ketersediaan likuiditas di pasar keuangan menjadi prasyarat utama agar manfaat kebijakan ini benar-benar terasa oleh pelaku usaha.

“Poin pentingnya, pelaku ekonomi harus bisa mendapatkan akses pembiayaan yang lebih mudah. Jangan sampai bunga turun, tapi uangnya tidak tersedia,” ujar dia.

Jika likuiditas pasar terjaga, lanjutnya, maka dunia usaha bisa mendapatkan “suntikan darah segar” berupa pinjaman yang lebih murah untuk mendorong ekspansi bisnis, membuka lapangan kerja, dan merangsang pertumbuhan ekonomi secara lebih luas.

Waspadai Risiko Serapan Likuiditas Oleh SBN

Namun di sisi lain, Wijayanto juga mengingatkan potensi risiko crowding out, yakni kondisi ketika kebutuhan pembiayaan pemerintah melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) justru menyerap likuiditas yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh sektor swasta.

“Kalau likuiditas yang tersedia di pasar terlalu banyak terserap oleh SBN, maka pelaku usaha akan kesulitan memperoleh pembiayaan. Ini kontraproduktif terhadap tujuan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Karena itu, ia mendorong pemerintah agar lebih cermat dan terukur dalam strategi penerbitan surat utang, agar tidak mengganggu aliran dana ke sektor produktif.

Komentar