Pertemuan Tahunan Bank Indonesia; Optimisme dan Perspektif Positif Untuk Bangkitnya Ekonomi Sulawesi Utara

JurnalPatroliNews – Setelah mengalami pertumbuhan negatif selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut pada tahun 2020, perekonomian Sulut tumbuh 1,87% (yoy) pada triwulan I dan 8,49% (yoy) pada triwulan II 2021.

Tahun 2021 pun merupakan tahun bangkitnya perekonomian Sulawesi Utara.

Penurunan kurva kasus Covid-19 Sulut antara Februari hingga Juni telah meningkatkan kembali aktivitas masyarakat sehingga mendorong kenaikan permintaan domestik.

Kondisi ini ditunjukkan oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh kuat pada semester I 2021.

Selain itu, realisasi belanja modal pemerintah dan investasi swasta yang tumbuh signifikan menjadi pendorong utama perekonomian Sulut pada semester I 2021.

Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian negara mitra dagang utama dan tren kenaikan harga komoditas meningkatkan ekspor luar negeri, khususnya ekspor minyak nabati yang merupakan komoditas utama ekspor luar negeri Sulut.

Dari sisi lapangan usaha, pemulihan terjadi pada lapangan usaha Transportasi dan Perdagangan yang terkait erat dengan peningkatan mobilitas masyarakat.

Sedangkan membaiknya realisasi belanja modal APBD dan APBN menjadi pendorong kinerja sektor konstruksi, sebagaimana terindikasi dari kenaikan pengadaan semen di Sulut.

Adapun pulihnya permintaan eksternal mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha industri pengolahan di sisi hilir maupun lapangan usaha pertanian termasuk perkebunan di sisi hulu.

Namun demikian, varian delta Covid-19 yang menyebar dengan cepat menyebabkan proses pemulihan perekonomian kembali terhambat.

Negara maju maupun negara berkembang kembali memberlakukan pembatasan. PPKM kembali diberlakukan di Indonesia sepanjang Juli-Agustus 2021, sehingga kinerja perekonomian nasional dan daerah kembali tertahan.

Alhasil pada triwulan III, perekonomian hanya Sulut tumbuh sebesar 3,15% (yoy) bersamaan dengan melambatnya konsumsi masyarakat.

Hal tersebut dijelaskan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara (BI Sulut) Arbonas Hutabarat dalam pelaksanaan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia yang digelar pada Rabu (24/11/2021) di Kantor BI Sulut.

Arbonas menjelaskan, realisasi anggaran pemerintah pun tidak bisa secepat pada semester I. Demikian pula permintaan negara-negara mitra dagang tercatat menurun sehingga menyebabkan pertumbuhan ekspor Sulut kembali melambat pada triwulan III.

“Meski demikian, kami menilai perekonomian Sulut masih berada dalam arah lintasan (trajektori) perbaikan sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan kumulatif triwulan III 2021 sebesar 4,45% (ctc). Memasuki triwulan IV 2021, ekonomi diprakirakan menguat seiring dengan penurunan kasus aktif Covid-19 dan percepatan vaksinasi di Sulawesi Utara. Kinerja industri dan pertanian diperkirakan tetap positif sejalan dengan tren positif ekspor luar negeri komoditas andalan Sulut,” ujar Arbonas.

Percepatan realisasi belanja modal maupun operasional baik yang bersumber dari APBD maupun APBN juga diperkirakan akan meningkat sesuai dengan pola musimannya dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan perekonomian Sulut.

Berlanjutnya pemulihan ekonomi Sulut akan ditunjang stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga dan tumbuh positif.

Sampai dengan September 2021 kredit berlokasi proyek di Sulut tercatat tumbuh 9,86% (yoy) dengan kualitas penyaluran kredit yang terjaga pada rasio NPL sebesar 2,93%.

Kabar baiknya, kredit modal kerja tercatat tumbuh paling tinggi yang mengindikasikan tanda-tanda pulihnya dunia usaha.

Bercermin dari dinamika tahun 2021, terbatasnya aktivitas dan mobilitas masyarakat berpengaruh signifikan pada proses pemulihan ekonomi, sedangkan proses vaksinasi berperan penting dalam mengawal peningkatan aktivitas di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung.

Memasuki tahun 2022, aktivitas masyarakat masih akan menjadi kunci perbaikan perekonomian daerah dengan harapan kenaikan kasus aktif Covid-19 diharapkan tidak terjadi lagi di tahun depan.

Tingkat vaksinasi yang relatif tinggi akan menjadi modal bagi perekonomian Sulut untuk menjaga level aktivitas yang mendukung normalisasi konsumsi domestik.

Selain itu, mobilitas diperkirakan akan berangsur mendekati level sebelum pandemi sehingga berdampak positif terhadap dua lapangan usaha utama Sulut yaitu transportasi dan perdagangan.

Selain itu, harga komoditas yang masih tinggi akan menjaga insentif berproduksi pada lapangan usaha industri pengolahan maupun perkebunan.

Kinerja perikanan juga diperkirakan membaik seiring menurunnya anomali cuaca pada 2022.

Dari sisi perbankan, percepatan penyaluran kredit akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

Meski demikian, masih terdapat beberapa risiko perekonomian daerah yang perlu diperhatikan yaitu ketidakpastian perekonomian global yang relatif masih tinggi, risiko gangguan mata rantai global serta risiko biaya logistik yang berada pada level tinggi di samping risiko penyebaran Covid-19 yang masih mengancam.

Gangguan mata rantai global berdampak pada risiko perubahan sourcing produksi di berbagai negara.

Sementara itu, kenaikan biaya logistik berisiko menurunkan daya saing komoditas strategis Sulut.

“Memperhatikan perkembangan data-data indikator perekonomian terkini, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulut menguat pada tahun 2021 yaitu akan berada pada kisaran 4,2% s.d 5,0% (yoy) dan terus menunjukkan perbaikan pada kisaran 4,5 – 5,5 % (yoy) pada tahun 2022,” kata Arbonas.

Arbonas menjelaskan, sejalan pemulihan perekonomian, tekanan inflasi di Sulawesi Utara mengalami peningkatan yang terpantau pada 2 (dua) kota pencatatan inflasi yaitu Manado dan Kotamobagu.

Kenaikan permintaan masyarakat di tengah proses adaptasi produksi dan distribusi mendorong kenaikan atau normalisasi harga di berbagai komoditas strategis.

Sejalan dengan itu, pola musiman tekanan inflasi bulanan juga kembali pada pola sebelumnya, tercermin pada kenaikan inflasi di periode HBKN Idul Fitri yang lalu seiring adanya kenaikan aktivitas masyarakat dibanding periode yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, kebijakan stimulus konsumsi oleh pemerintah masih menekan harga-harga terutama yang diatur oleh pemerintah seperti tarif angkutan udara dan tarif listrik, yang bersamaan dengan pemberlakuan PPKM pada triwulan III 2021 sehingga mendorong inflasi tetap terkendali pada rentang sasarannya.

“Meski demikian, perlu dicatat bahwa pergerakan tekanan inflasi, baik di Manado dan Kotamobagu selama tahun 2021 sebagian besar dipengaruhi oleh komoditas perikanan. Preferensi konsumsi masyarakat Sulawesi Utara pada komoditas perikanan yang tetap tinggi di tengah distorsi pasokan dalam bentuk gangguan cuaca, menjadi faktor pendorong kenaikan tekanan inflasi. Selanjutnya inflasi tahun 2022 kami perkirakan akan meningkat sejalan dengan akselerasi pemulihan ekonomi daerah,” jelas Arbonas.

Komentar