JurnalPatroliNews – Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meninjau kembali alokasi anggaran wajib (mandatory spending) sebesar 20% untuk sektor pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia mengusulkan agar anggaran 20% tersebut diambil dari pendapatan negara, bukan dari total belanja negara. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan diskusi internal terkait usulan ini.
Menurut Sri Mulyani, perhitungan anggaran pendidikan yang berdasarkan belanja negara sering kali tidak menggambarkan kondisi riil. Ketika belanja negara meningkat, misalnya karena fluktuasi kurs atau kenaikan harga minyak, alokasi wajib tersebut harus disesuaikan untuk menutupi biaya subsidi yang tinggi.
“Pengelolaan APBN harus tetap sesuai dengan konstitusi, di mana 20% dari pendapatan negara dialokasikan untuk pendidikan. Namun jika dihitung dari belanja negara, yang sering kali tidak pasti, anggaran pendidikan menjadi tidak stabil, kadang naik kadang turun,” jelas Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR, Rabu (4/9).
Ia mencontohkan situasi pada tahun 2022, di mana pendapatan negara meningkat akibat kenaikan harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah. Akibatnya, beban subsidi melonjak dari Rp 350 triliun menjadi Rp 550 triliun. Dampaknya, alokasi belanja pendidikan yang 20% juga harus disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.
“Kenaikan subsidi sebesar Rp 200 triliun itu berarti 20% dari anggaran pendidikan harus dialokasikan, dan ini yang membuat pengelolaan keuangan negara semakin rumit. APBN harus tetap sehat, defisit di bawah 3%, serta menjaga keberlanjutan fiskal, tapi tetap mematuhi alokasi 20% untuk pendidikan,” tandasnya.
Komentar