Uang Beredar Terus Naik Capai Rp 6.742,9 Triliun: Nyatanya, Hidup Makin Susah, Pengangguran Meningkat, PHK Mengancam

Jurnalpatrolinews  – Jakarta : Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas perekonomian alias uang beredar dalam arti luas (M2) tetap tinggi pada September 2020. Pertumbuhan didukung oleh komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi B, Onny Widjanarko mengatakan, tercatat, posisi M2 Rp 6.742,9 triliun atau atau tumbuh sebesar 12,3 persen (yoy) pada September 2020. Meski, pertumbuhannya melambat dari 13,3 persen (yoy) dibanding bulan sebelumnya.

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan M1 sebesar 17,6 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada Agustus 2020 sebesar 19,3 persen (yoy), dipengaruhi melambatnya simpanan giro Rupiah,” papar Onny dalam siaran pers, Selasa (27/10/2020).

Onny menambahkan, pertumbuhan uang kuasi juga melambat, dari 11,5 persen (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 10,6 persen (yoy) pada September 2020.

Sementara itu, surat berharga selain saham pada September 2020 terkontraksi sebesar 13,9 persen (yoy). Namun kontraksi tidak sedalam bulan sebelumnya, yakni sebesar 18,7 persen (yoy).

Berdasarkan faktor yang memengaruhi, pertumbuhan M2 pada September 2020 didorong oleh peningkatan ekspansi keuangan pemerintah.

“Peningkatan ekspansi keuangan pemerintah tercermin pada pertumbuhan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat yang mengalami tren peningkatan, dari 65,1 persen (yoy) pada Agustus 2020 menjadi 76,7 persen (yoy) pada September 2020,” papar Onny.

Selain itu, aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 16,7 persen (yoy) pada September 2020, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Agustus 2020 sebesar 13,8 persen (yoy).

“Sementara itu, pertumbuhan kredit pada September 2020 tercatat sebesar -0,4 persen (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 0,6 persen (yoy),” sebutnya.

Menariknya, uang beredar terus meningkat, namun rakyat hidup makin susah dan angka pengangguran meningkat. Pemerintah sendiri mengakui hal itu.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyadari dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 begitu besar bagi Indonesia. Kondisi itu membuat seluruh masyarakat dan berbagai sektor mengalami gejolak yang luar biasa.

“2020 sangat berbeda, susah hitung dampak terhadap perekonomian. Tapi kita bsia melihat tiap hari, tiap pekan saudara kita hidup makin susah, pengangguran meningkat,” kata dia dalam acara diskusi virtual, Senin (20/7).

Dia mengatakan, tidak hanya berdampak pada masyarakat luas namun pandemi ini juga berpengaruh besar kepada sektor dunia usaha. Apalagi setelah adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar tetap dilakukan pemerintah membuat penjualan sektor tersebut mengalami penurunan.

Menurutnya, kondisi tersebut sangat penting untuk dipikirkan bagaimana caranya bersama-sama membangun sebuah kebijakan yang mendukung dari seluruh aspek. Artinya pemerintah tidak bisa bekerja secara sendiri atau sepihak, melainkan perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan lain.

“Ini masalah kita sebagai satu bangsa. Ini yang kemudian menurut kami cukup membuat semangat kita tinggi gimana semua komponen masyarakat usaha keras keluar dengan ide cara-cara yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya,” kata dia.

Dia menambahkan kegentingan yang dihadapi sekarang berbeda sekali dengan krisis terjadi pada 1998. Pemerintah pun menyadari dampak pandemi ini akan terjadi, namun tidak diketahui kapan ini akan berakhir.

“Bahkan nggak bisa lihat musuhnya, dan sangat sulit menghitung seberapa lambat harusnya maju, ini bener-bener hasil berpikir bersama, seluruh komponen bangsa bersatu padu di bawah kepemimpinan Jokowi bergerak bersama-sama,” tandasnya.  (bizlaw)

Komentar