JurnalPatroliNews – Jakarta – Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa Indonesia memiliki cadangan energi baru dan terbarukan (EBT) yang sangat besar.
Salah satunya adalah potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang diperkirakan mencapai 72 Giga Watt (GW). Namun sayangnya, sebagian besar potensi tersebut berada di lokasi-lokasi terpencil yang jauh dari pusat permintaan listrik utama.
“Sering kali kita dengar bahwa potensi hidro Indonesia mencapai 72 GW. Itu memang benar, tapi lokasinya terpencar-pencar dan jauh dari pusat beban,” ungkap Darmawan dalam acara sosialisasi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan RUPTL PLN 2025–2034 di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Senin (2/6/2025).
Darmawan menjelaskan bahwa tidak seperti pembangkit berbasis batubara atau gas yang bisa dibangun lebih fleksibel sesuai kebutuhan, pembangkit EBT justru sangat tergantung pada lokasi sumber energinya yang sering kali berada di luar wilayah konsumsi utama, seperti Jakarta dan kota besar di Pulau Jawa.
“Kalau untuk energi fosil, kita bisa pilih lokasi pembangunan. Tapi untuk EBT seperti hidro, sumbernya tidak bisa kita pindahkan. Banyak sekali ada di Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, atau Sulawesi Tengah. Pertanyaannya, bisa nggak kita pindahkan potensi hidro dari Aceh ke Jawa? Ya tentu tidak mungkin,” lanjutnya.
Untuk itu, Darmawan menekankan pentingnya pembangunan jaringan transmisi jarak jauh sebagai solusi. Infrastruktur ini diperlukan agar listrik dari sumber-sumber EBT di daerah bisa disalurkan ke pusat-pusat permintaan.
Rencana pembangunan ini juga masuk dalam RUPTL 2025–2034 yang baru saja dirilis. Dalam dokumen tersebut, pemerintah menargetkan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW hingga 2034. Dari total tersebut, mayoritas atau sekitar 42,6 GW (61%) berasal dari EBT, sementara sisanya 10,3 GW (15%) dari sistem penyimpanan energi, dan 16,6 GW (24%) masih berasal dari pembangkit berbasis energi fosil.
Rincian dari kapasitas EBT tersebut mencakup:
- PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya): 17,1 GW
- PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air): 11,7 GW
- PLTB (Tenaga Angin): 7,2 GW
- Panas Bumi: 5,2 GW
- Bioenergi: 0,9 GW
- Nuklir: 0,5 GW
Sedangkan sistem penyimpanan energi akan terdiri dari PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Pembangkit berbasis gas dan batu bara tetap direncanakan sebesar 16,6 GW, masing-masing 10,3 GW dan 6,3 GW.
Untuk mewujudkan seluruh target tersebut, pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi sebesar Rp2.967,4 triliun. Dari angka ini, sekitar Rp2.133,7 triliun akan dialokasikan untuk pembangunan pembangkit listrik. Infrastruktur penyaluran seperti jaringan transmisi, gardu, dan distribusi membutuhkan dana Rp565,3 triliun, sedangkan sisanya Rp268,4 triliun akan digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Dalam struktur investasi pembangkit, pihak swasta (Independent Power Producer/IPP) diproyeksikan akan menggelontorkan dana sebesar Rp1.566,1 triliun—dengan porsi EBT mencapai Rp1.341,8 triliun dan non-EBT Rp224,3 triliun. PLN sendiri akan berkontribusi sebesar Rp567,6 triliun, terbagi untuk EBT Rp340,6 triliun dan non-EBT Rp227 triliun.
Komentar