“Hasil riset kami menunjukkan bahwa 62% Gen-Z merasa perlu mendapatkan pengakuan atas harga dirinya dalam mencari pekerjaan, misalnya untuk soal gaji atau kompensasi.,” kata Adrian.
“Gen-Z menginginkan pekerjaan yang shortterm maka shortwin atau kecepatan kompensasi setelah proyek berhasil dikerjakan. Pola pengupahan juga harus disesuaikan, karena Gen Z juga ingin memilih sendiri benefit semisal tunjangan kendaraan, komunikasi dan lain sebagainya” tegas Adrian.
Coach Rene Suhardono menekankan bahwa Gen-Z tidak bisa dianggap sebagai generasi yang seragam atau monolitik. “Setiap individu memiliki keunikan tersendiri, dan generalisasi semacam ini hanya akan menciptakan jarak antar generasi,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa orang tua juga memegang peran penting dalam membantu Gen-Z mengelola tekanan dari dunia digital yang serba cepat. “Jika ada yang perlu dievaluasi, mungkin adalah bagaimana orang tua memberikan pemahaman terkait penggunaan teknologi dan media sosial yang sehat.”
Mengutip Ryan Jenkins, Coach Rene menambahkan, “Keunikan Gen-Z adalah bagian dari siklus generasi, seperti halnya keunikan setiap generasi sebelumnya. Namun, kita perlu melihat mereka sebagai pembawa harapan yang akan menciptakan perubahan positif di masa depan. Dengan memberikan kesempatan yang sesuai, Gen-Z dapat menjadi agen perubahan yang kuat bagi lingkungan kerja dan masyarakat.”
Komentar