Agama Menjadi Inspirasi Etika Publik

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Tema agama menjadi etika publik dalam kehidupan masyarakat Indonesia memang menarik untuk dikaji. Mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi beragama terbesar di dunia, maka peran agama sangat sentral dalam membentuk tatanan etika publik.

Pada kesempatan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh BPIP bersama Universitas Pattimura di Ambon pada 20 September 2024, isu paradoks keberagamaan dan etika kehidupan publik menjadi pusat perhatian. Diskusi tersebut mengangkat pokok-pokok masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, seperti krisis kejujuran, integritas, serta peningkatan korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan penyelenggara negara. Diskusi ini berupaya menemukan titik temu peran agama dalam membangun etika publik yang mendasar.

Agama, dalam konteks sosial, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk etika publik. Nilai-nilai universal yang diajarkan oleh agama, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang, merupakan fondasi bagi kehidupan yang harmonis. Namun, ironisnya, fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan adanya paradoks antara ajaran agama dan praktik kehidupan sehari-hari. Seperti yang dikemukakan dalam FGD, agama seringkali hanya dipraktikkan dalam bentuk ritual dan simbol, tanpa penghayatan yang mendalam. Hal ini membuat agama kehilangan fungsinya sebagai inspirasi bagi perilaku etis dalam kehidupan publik.

Seharusnya, agama bukan hanya sekadar harmoni yang tenang tetapi menghanyutkan. Harmoni yang dimaksud di sini seringkali menciptakan relasi yang timpang antara mayoritas dan minoritas. Dalam konteks kehidupan berbangsa, harmoni yang sejati harus didasarkan pada keadilan dan kesetaraan. Ketika agama dipandang hanya sebagai alat untuk menciptakan ketenangan, tanpa memperhatikan aspek keadilan, maka yang terjadi adalah ketidakadilan struktural. Maka, agama harus mampu melampaui ritual dan simbol semata, menjadi sumber inspirasi yang mendorong terciptanya etika publik yang adil dan setara.

Salah satu persoalan utama di Indonesia sekarang ini adalah krisis etika di kalangan penyelenggara negara. Para pemimpin yang seharusnya menjadi teladan dalam menjalankan nilai-nilai keagamaan, justru kerap kali terlibat dalam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan antara nilai-nilai agama yang diajarkan dan perilaku nyata di lapangan. Agama, yang seharusnya menjadi sumber moralitas tertinggi, kehilangan pengaruhnya ketika nilai-nilai etis digantikan oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Fenomena ini juga terkait dengan budaya kepalsuan yang semakin menguat di era digital. Budaya ini menciptakan kehidupan yang tidak otentik, di mana nilai-nilai kehidupan manusia hanya menjadi simbol untuk mencapai status sosial.

Manusia cenderung mengejar hal-hal yang bersifat materialistik, tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati. Dalam situasi seperti ini, agama seharusnya berperan untuk membongkar relasi kuasa yang timpang dan menginspirasi manusia untuk hidup berdasarkan nilai-nilai yang otentik dan universal.

Komentar