Seperti yang dikemukakan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh BPIP di Universitas Pattimura, Ambon, ada paradoks dalam pemahaman dan penerapan agama dalam masyarakat. Nilai-nilai luhur yang diajarkan agama kerap kali tereduksi hanya menjadi simbol tanpa penerapan yang konkret. Etika publik yang seharusnya diilhami oleh ajaran agama cenderung diabaikan, dan masyarakat, termasuk para pemimpin negara, terjebak dalam perilaku niretika.
Hal ini terlihat dari maraknya kasus korupsi, nepotisme, kolusi, hingga penindasan terhadap kelompok minoritas. Salah satu masalah mendasar yang diidentifikasi dalam diskusi tersebut adalah relasi kuasa yang timpang antara mayoritas dan minoritas. Harmoni yang tampak di permukaan sering kali menutupi ketidakadilan yang terjadi di bawahnya. Minoritas kerap kali mengalami diskriminasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam berbagai aspek kehidupan. Relasi ini menjadi semakin problematik ketika harmoni yang diciptakan tidak berlandaskan pada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, tetapi hanya pada kepentingan pihak-pihak tertentu yang memiliki kekuasaan lebih besar.
Oleh karena itu, dalam forum-forum diskusi seperti yang diadakan di Universitas Pattimura ini, diharapkan dapat melahirkan pemikiran-pemikiran kritis dan solutif yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai agama dalam etika publik. Diskusi semacam ini juga penting untuk membongkar paradoks-paradoks keberagamaan yang ada dalam masyarakat dan mencari titik temu untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih adil dan seimbang.
Selain itu, perlu ada komitmen dari semua pihak untuk menjadikan agama sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berkeadilan. Agama tidak hanya harus dilihat sebagai sesuatu yang bersifat personal dan privat, tetapi juga sebagai panduan moral dalam kehidupan publik. Dengan demikian, agama dapat berperan secara signifikan dalam membentuk perilaku yang etis, tidak hanya pada tataran individu tetapi juga dalam struktur sosial dan politik yang lebih luas.
Pada akhirnya, kesadaran akan pentingnya etika publik yang diilhami oleh ajaran agama akan membawa kita pada tatanan masyarakat yang lebih baik. Masyarakat yang adil, sejahtera, dan berintegritas hanya dapat tercipta jika semua elemen bangsa mampu menjadikan agama sebagai pedoman moral yang diterapkan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Semoga pertemuan ini dapat menjadi langkah awal untuk mewujudkan cita-cita tersebut, di mana agama tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi inspirasi nyata dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih etis dan bermartabat.
Oleh: Antonius Benny Susetyo, Â Budayawan
Komentar