Ahok Diperiksa Lagi Terkait APBD DKI 2015, Fokus Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah

JurnalPatroliNews – Jakarta – Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan Ahok kembali menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri pada Rabu, 11 Juni 2025, terkait penyusunan APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2015.

Brigadir Jenderal Arief Adiharsa, selaku Wakil Kepala Kortastipidkor Polri, menjelaskan bahwa Ahok dipanggil sebagai saksi untuk memberikan penjelasan mengenai proses penyusunan anggaran saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI.

“Ahok hadir untuk memberikan klarifikasi mengenai mekanisme penyusunan APBD, termasuk APBD murni, perubahan, dan pemanfaatan sistem e-budgeting,” terang Arief kepada media.

Meski memberikan pemaparan teknis, Ahok menegaskan bahwa ia tidak terlibat langsung dalam proses pengadaan tanah untuk proyek rumah susun di Cengkareng, Jakarta Barat—yang menjadi bagian dari kasus dugaan korupsi tersebut.

Menurut keterangan polisi, Ahok menyatakan bahwa pengadaan lahan itu berada di bawah tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, bukan kewenangannya secara langsung. Ia juga menyebut bahwa perubahan anggaran dilakukan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun 2015 yang disusun oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Pernyataan Ahok nantinya akan didokumentasikan sebagai bagian dari berkas perkara. Jika penyusunan dokumen tersebut telah lengkap, kasus ini akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut.

“Perkara ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan untuk proyek rumah susun yang dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI pada 2015–2016 di kawasan Cengkareng,” jelas Arief.

Kasus bermula saat Pemprov DKI membeli lahan seluas 4,9 hektare dari seorang pemilik sertifikat bernama Toeti Noezlar Soekarno. Kuasa hukum Toeti diduga menyerahkan sejumlah uang kepada pejabat di Dinas Perumahan sebagai bagian dari proses tersebut.

Ahok, yang kala itu mencium adanya kejanggalan terhadap nilai anggaran proyek yang mencapai Rp684 miliar, kemudian meminta agar masalah tersebut segera dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Komentar