Aksi Protes Besar-Besaran Warnai Kota-Kota AS, Warga Kecam Serangan Trump ke Iran

JurnalPatroliNews – Amerika Serikat kembali diguncang oleh gelombang demonstrasi besar yang meletus pada Minggu, 22 Juni 2025, menyusul serangan udara skala besar yang dilancarkan Pentagon terhadap fasilitas nuklir milik Iran. Ribuan massa tumpah ruah di berbagai kota, menyuarakan penolakan terhadap kebijakan militer Presiden Donald Trump yang mereka kecam sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

Protes yang terjadi secara serentak ini melanda kota-kota utama seperti New York, Washington D.C., Los Angeles, Austin, Boston, Cincinnati, Portland, dan Chicago. Di Times Square, New York, para demonstran berkumpul membawa spanduk yang berbunyi “Trump Penjahat Perang” dan “Hentikan Agresi AS-Israel Terhadap Iran.” Massa bergerak melalui kawasan Midtown, meneriakkan yel-yel anti-perang, menarik perhatian wisatawan dan warga yang sedang beraktivitas.

Tidak hanya di New York, ketegangan juga terasa di Chicago. Sekitar 100-an orang bergabung dalam barisan protes, termasuk di antaranya seorang warga keturunan Iran yang menyuarakan kegelisahannya karena terputus komunikasi dengan keluarganya di kampung halaman. “Ini bukan sekadar isu politik. Kami berbicara soal keselamatan nyawa,” ucapnya penuh emosi, dikutip dari ABC News.

Sementara di antara para pengunjuk rasa juga sempat terlihat kelompok pendukung Trump dengan atribut khas “Make America Great Again”. Ketegangan verbal sempat terjadi antara kedua kubu, meski tak berkembang menjadi bentrok fisik.

Demonstrasi ini digalang oleh sejumlah organisasi aktivis seperti Partai Sosialisme dan Pembebasan, Koalisi Jawaban, serta Dewan Nasional Iran-Amerika. Dalam pernyataan resmi, mereka mengecam aksi militer Presiden Trump, menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan hukum kemanusiaan internasional.

“Serangan ke situs nuklir Iran adalah tindakan agresi yang membahayakan stabilitas global. Ini bukan hanya pelanggaran konstitusi, tapi juga bisa memicu bencana lingkungan dan kemanusiaan,” bunyi pernyataan tertulis yang disampaikan di depan Gedung Putih.

Tak hanya mengecam aksi militer, para pengunjuk rasa juga menyoroti inkonsistensi Trump yang sebelumnya berjanji akan menarik Amerika dari konflik luar negeri. “Ia mengklaim ingin mengakhiri perang, tapi malah menyalakan percikan konflik baru yang lebih besar,” teriak salah satu orator dari Koalisi Jawaban.

Mereka juga menuntut agar dana besar yang selama ini digelontorkan untuk pertahanan dialihkan ke sektor publik yang lebih penting, seperti sistem kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur domestik. Tak sedikit yang membandingkan situasi saat ini dengan invasi ke Irak pada 2003 dan menyebut Trump sebagai reinkarnasi George W. Bush.

Dengan ketegangan yang terus meningkat dan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas, gelombang penolakan terhadap kebijakan luar negeri Trump tampaknya akan terus bergulir dan menjadi tekanan serius bagi pemerintahannya.

Komentar